PENGANTAR
Naskah skenario film dengan judul Kelakar Kelam ini merupakan tekstur pemahaman penulis atas kondisi faktual yang sedang dihadapi bangsa ini menyangkut sejumlah kasus phedofilia yang menimpa anak-anak Indonesia. Melalui kondisi faktual tersebut, penulis mencoba menginterpretasi, secara substansi, kompleksitas masalah yang dihadapi bangsa Indonesia melalui perspektif imajinasi dalam karya naratif ini. Sesungguhnya, jati diri anak bangsa memang harus dibentuk sejak dini.
Naskah skenario ini pernah penulis ikutsertakan dalam Lomba Penulisan Skenario Film Cerita Tingkat Nasional yang diadakan oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2004. Tema utama yang diusung dalam festival tersebut adalah kisah yang memiliki perspektif kebangsaan. Naskah skenario ini pun sudah penulis ubah ke dalam novel dengan judul Jo-Pedo.
Semoga sketsa kecil menyangkut bangsa melalui Kelakar Kelam ini dapat memberi secercah perspektif, setidaknya untuk memperluas nuansa kepekaan kita atas sejumlah masalah yang ada di sekitar kita.
Bandung, November 2008
Penulis skenario,
Asep Yusup Hudayat
TEASER
(past time)
EXT-JALAN RAYA-SEBUAH TROROAR-SIANG
Empat orang anak bergegas turun dari sebuah bus kota. Tiga orang anak tersebut dengan cekatan menyebrangi jalan di tengah hiruk pikuk kendaraan. Mereka berhasil menyebrangi jalan kemudian berlari belok kiri dan menghilang di sebuah tikungan dengan gedung tingginya. Satu anak lagi masih ragu-ragu menyebrang. Tiba-tiba seorang pria berambut pirang meraih lengannya. Dengan hati-hati keduanya melewati zebra-cross.Sampai di seberang jalan...
PRIA BULE
Mau ke mana?
ANAK KECIL
(celingukan mencari temannya)
Main, Om.
Dari arah tikungan, seorang temannya muncul dan berteriak memanggil
ANAK KECIL LAINNYA
Seph, cepet...!
Anak kecil yang dipanggil segera berlari. Dengan mengulum senyum kecil, pria bule itu mengikuti mereka. Langkahnya semakin dekat dengan anak-anak itu.
FADE OUT
INT-HOTEL-KAMAR HOTEL-MALAM
Seorang anak kecil tampak sedang terisak. Pria bule sedang membujuknya.
PRIA BULE
Besok pagi, Om antar kamu pulang.
Pria bule bangkit dari tempat tidur menuju laci-set yang mengapit ranjang. Ia membuka laci dan mengambil dompetnya.
PRIA BULE
(tersenyum sambil menyelipkan dua lembar uang kertas sepuluh ribuan ke saku kemeja anak itu)
Sekarang kamu harus tidur
ANAK KECIL
(meringis)
Sakit, Om!
PRIA BULE
(suara datar)
Anak kecil gak boleh cengeng.
Pria itu segera mematikan lampu utama dan menyalakan lampu duduk. Ia berbaring, sementara anak kecil itu masih menangis terisak.
FADE OUT
BACK TO NORMAL
INT-KANTOR KEPOLISIAN-RUANG KAPOLRES-SIANG
(present time)
Seorang Psikiater wanita menghadap Kapolres.
KEPALA KEPOLISIAN
Data yang kami himpun masih terbatas. Berkas penyelidikan ini dapat segera Ibu pelajari.
Kepala polisi menyerahkan sebuah map berisi data. Psikiater menerimanya dan memeriksa sepintas.
KEPALA KEPOLISIAN (CONT’D)
Dan kami harap Ibu dapat secepatnya menangani orang ini, agar proses pengajuan ke pengadilan dari pihak kami dapat segera dilaksanakan.
PSIKIATER
Saya usahakan.
CUT TO:
INT-RUMAH-RUANG KERJA –MALAM
Psikiater sedang mempelajari berkas CV calon pasiennya. Ia mengamati lembar pertama berkas tersebut. Pada lembar tersebut tertera data yang ditik rapi:
Tersangka : JOSEPH RENGKUAN
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl.Badurik 37 Jakarta
Pekerjaan : Mahasiswa
Nama Ayah : Raam kewesaputra
Nama Ibu : Yanti Gandesarwani
Nama adik : Tira Helena
Ia melanjutkan pembacaannya pada lembar kedua yang terisi penuh uraian kasus. Tertera sub-uraian yang dicetak tebal: DESKRIPSI KASUS.
CUT TO:
INT-KANTOR RESORT-RUANG KHUSUS-SIANG
Psikiater berjalan menyusuri gang yang memisahkan blok-blok sel tahanan yang berhadapan. Dua orang polisi mengawalnya. Mereka tiba di sebuah sel. Salah seorang petugas membuka kunci selnya. Joseph keluar perlahan. Mereka menuju ruangan khusus.
Seorang petugas telah mengatur kursi yang akan diduduki Joseph dan psikiater.
PETUGAS I
Satu jam lagi, Ibu kami jemput.
PSIKIATER
Terima kasih.
PETUGAS II
Bel di meja ini dapat Ibu gunakan jika Ibu memerlukan kami.
Psikiater mengangguk dan tersenyum. Petugas 3 mendudukkan Joseph tepat dihadapan pskiater berjarak sebuah meja kecil. Petugas tersebut kemudian meninggalkan ruangan.
PSIKIATER
(menatap manis)
Ini hari pertama kita. Saya siap membantu kamu.
Psikiater menunggu respon. Joseph tetap menatap lurus ke depan.
PSIKIATER (CONT’D)
Kamu boleh cerita apa saja mulai dari apa saja yang kamu inginkan.
Psikiater kembali menunggu lama.
PSIKIATER (CONT’D)
Oke. nggak apa-apa. Kalau mau menangis, menangis saja. Atau berteriak. Saya hanya ingin tahu lebih tentang perasaanmu selama ini yang kamu pendam.
Psikiater beranjak dari kursinya. Ia menghampiri Joseph. Ia pegang pundaknya seolah ingin menggerakkan kekuatan Joseph untuk bercerita tentang hidupnya. Tetapi Joseph diam saja.
Akhirnya Psikiater menekan tombol bel bundar yang diletakkan ditengah meja.
FADE OUT
INT-RSJ-RUANG KHUSUS-SIANG
Joseph ditangani pihak RSJ. Pertemuan keempat kalinya. Psikiater hanya mendapatkan isak tangis Joseph.
PSIKIATER
(lembut)
Paling tidak kamu bukan lagi patung yang teronggok di hadapanku. Saya yakin, sebenarnya kamu mau cerita banyak. Tapi harus sampai kapan saya menunggu ini semua?
Psikiater terus memperhatikan kinesis gerak mata Joseph.
PSIKIATER (CONT’D)
Kamu tidak sendiri. Dan kamu jangan pernah berhenti seperti ini. Usiamu sekarang 24 tahun. Jika Tuhan mentakdirkan hidupmu sampai nanti, 70 tahun misalnya, berarti ada dua pertiga dari seluruh hidupmu yang harus kamu jalani. Dan itu peluang bagi kamu.
Maukah dua pertiga hidupmu ke depan lenyap darimu hanya karena kamu terus larut dalam sepertiga hidupmu yang telah kamu jalani?
Perlahan Joseph bereaksi. Tatapannya masih lurus ke depan.
JOSEPH
Tujuh puluh tahun? Heh! Itu artinya akan ada dua pertiga hidupku dalam ketidakpastian lagi. Sama halnya ketika aku terus berharap sejak kecil hingga kini. Semuanya tidak berujung!
PSIKIATER
(mengatur nada bicaranya)
Ketidakpastian yang mana? Kamu punya hak atas hidupmu ke depan.
JOSEPH
Bulsit! Kalau memang aku punya hak atas hidupku, mengapa untaian panjang itu terus menjeratku. Ada yang terus mempermainkan hakku. Bahkan lebih dari itu. Bukan saja hakku dirampas, tetapi mereka menghancurkan jati diriku.
Suara Joseph semakin berat. Ia perlahan tertunduk. Genangan air matanya jatuh satu titik. Seketika ia sembunyikan wajahnya di atas meja.
CUT TO:
EXT-SEBUAH MALL-BERBAGAI TOKO-SIANG
Psikiater berjalan di keramaian mall, mencari sesuatu yang akan diberikannya kepada Joseph di pertemuan selanjutnya. Ia bingung antara memilih buku, gelang etnik dari kulit, atau walk-man. Malah terlintas untuk memberikan saputangan handuk karena diketahui olehnya bahwa telapak tangan Joseph selalu berkeringat.
JUMP-CUT TO:
INT-RUMAH-RUANG KERJA-MALAM
VO mengiringi MONTAGE
Psikiater mempelajari hasil wawancaranya. Sesekali ia menuliskan point-point penting hasil wawancaranya. Tampak ia membubuhkan tulisan di kolom pertama dari tiga kolom yang tertera untuk isian kasus Psikopatologi. Jari telunjuknya bergerak menurun mengikuti satu persatu baris dalam kolom pertama. Tertera:
LIFE EVENT
CONDITIONING EVENT
TRAUMATIC EVENT
PRECITIPATING EVENT
THE COMPLEX
TENSION
Ia memikirkan kata-kata Josep saat Psikiater menawarkan benda-benda yang sudah dibelinya.
JOSEPH (VO)
Jangan terlalu banyak berharap. Ini bukan berarti apa-apa bagiku.
PSIKIATER (VO)
Jangan juga terlalu jauh memandang maksud saya memberikan ini pada kamu.
Kamu berhak menolak pemberian saya. Tinggal motivasi kuatmu atas penolakan kamu selain mengatakan “tidak berarti ap-apa”.
JOSEPH (VO)
Aku hanya ingin melupakan semuanya.
PSIKIATER
Bagus. Tapi diammu itu tidak akan pernah memberi solusi bagi masalahmu yang selama ini kamu kunci kuat-kuat.
Perkembangan apa yang kamu dapatkan selama kamu mengambil sikap seperti ini?
Psikiater menunggu jawaban. Sesekali ia menuliskan diagnosa kasarnya.
PSIKIATER (CONT’D)
Oke. Saya tidak menuntut jawaban. Sekarang kamu boleh mengambil salah satu barang ini. Semua juga boleh. Tak satu pun, tidak apa-apa.
(diam sesaat)
Asal kamu yakin dengan sikapmu.
CUT TO:
INT-RSJ-RUANG KHUSUS-SIANG
Psikiater menghubungi via telefon kepada rekan kerjanya, seorang psikolog bernama Maya.
PSIKIATER
Bu May, ternyata tidak secepat yang kita perkirakan.
MAYA (VO)
Sabar saja. Kita pun masih harus membenahi status psikiatrinya. Itu tentunya memakan waktu yang cukup lama.
PSIKIATER
Oke kalau begitu. Untuk sementara psikofarmaka bagi dia saya tangguhkan dulu. Saya tunggu bantuan diagnosa Anda juga, terutama untuk multi axial-nya, biar kita segera dapat mengevaluasi kasus secara keseluruhan.
MAYA (VO)
Tapi sebetulnya, observasi mendatang, Ibu dapat mencoba memanfaatkan permainan kartu seperti yang telah kita buat. Tapi saya sendiri belum yakin, efektif tidaknya. Paling tidak sebagai pancingan saja untuk membuka diagnosa lebih lengkapnya.
PSIKIATER
Conditioning dan traumatic event jelas menjadi pusat evaluasi untuk kasus ini.
Melihat jam dinding dan terperanjak...
PSIKIATER
Aduh, maaf jadi diskusi via telefon nih. Oke sampai jumpa besok. Terima kasih ya, Bu.
CUT TO:
INT-RSJ-RUANG KHUSUS-SIANG
(two weeks later)
Pskiater bersabar menunggu keterangan Joseph. Psikiater lama menatap Joseph. Gerak bola matanya menunjukkan dirinya tidak akan pernah menyerah. Akhirnya Joseph pun bercerita dengan suara sedih dan kecewa. Mata Joseph tampak memerah dan ada sedikit genangan air mata.
DISSOLVE OUT
DISSOLVE IN
VO mengiringi MONTAGE SCENE (MEMORY)
Joseph kecil menangis tersedu di sebuah kamar gelap.
Joseph remaja dengan langkah cepat menghindari kejaran seorang pria bule di sebuah jalan sepi.
Joseph dewasa sedang berontak saat seorang pria ras negro bertubuh kekar menindih tubuhnya. Pria negro itu menatap tajam sambil tertawa terkekeh.
JOSEPH (VO)
Aku tak henti-hentinya bertanya tentang hakekat sebuah kepastian atau hanya sebuah kebetulankah atas semua yang menimpaku. Aku terus terperangkap bukan saja oleh bayang-bayang masa lalu tetapi kilatan-kilatan kini dan mendatang. Ketika kepedihan itu satu demi satu menyeruak kembali, maka tak henti-hentinya aku terus mempertanyakannya.
FADE OUT
VO mengiringi MONTAGE SCENE (MEMORY)
Tampak langkah-langkah dengan suara ritmis bergema di sebuah lorong menuju sel tahanan.
Dua orang polisi tegap mengawal Joseph menuju sebuah ruang tahanan. Salah seorang petugas segera membuka kunci gembok sel tersebut. Suara engselnya menderit tinggi diikuti bunyi keras bergema pintu sel yang ditutup dan dikunci kembali setelah Joseph masuk dan borgolnya dibuka. Joseph menatap tajam ke arah luar.
JOSEPH (VO)
Aku terus mencari jawabannya.
Kalau jalan hidupku adalah ketentuan, apakah aku harus memerankannya dengan baik? Atau masih ditolelir ketika aku putuskan untuk berada di rel hidup yang lain? Atau malah aku dapat menawar ketentuan lain yang ingin aku jalani?
Adakah penawaran atas sebuah ketetapan?
Jika ini semua adalah sebuah ketetapan, mengapa bayangan itu adalah sebuah untaian panjang yang terus melilitku. Dan siapa pula yang bemain-main atas kebetulan milikku ini?
FADE OUT
VO mengiringi MONTAGE SCENE (MEMORY)
Tatapan mata misterius seorang kakek di sebuah perkampungan.
Obrolan Joseph dan teman-temannya di sebuah mobil dalam sebuah perjalanan. Mereka berlima mengambil satu kartu untuk tiap orangnya.
Josep disodorkan tiga buah benda (BUKU, gelang kulit etnik, dan walk-man oleh psikiater. Joseph menggeleng.
Permainan kotak koin dengan seorang psikiater. Tiga buah koin, satu persatu dengan perlahan digesekan dengan ujung-ujung jarinya ke salah satu kotak yang tersusun dari 6 kolom dan 6 baris dalam sebuah kertas lebar.
JOSEPH (VO)
Kalau ada yang menggerakkan dan menguasai tubuhku, kenapa semua orang harus terpaku kepada jati diriku? Identitasku bukan milikku!
Ketentuan dan kebetulan...
Aku sangsi atas keduanya. Mungkinkah dalam ketidakberhakanku, aku tetap akan dijemput oleh salah satunya?
Aku rasakan keduanya tetap memerangkapku.
FADE OUT
VO mengiringi MONTAGE SCENE (MEMORY)
Joseph berjalan pelahan pada sebuah jalan panjang yang sepi. Sesekali ia menatap tajam pada langit. Sebagian pancaran matanya menunjukkan kesedihan.
Angin menghempas wajah dan rambutnya. Ia terus berjalan dan tetap memandang langit yang mulai redup.
Ia terpaku di sebuah jembatan. Ia pandangi aliran sungai yang deras dan penuh batu besar.
Ia mendekati pilar jembatan yang membentang. Sesaat tatapannya terpaku pada barisan semut rangrang yang beriring di atas batang besi yang menghubungkan dua penyangganya.
Ia mendekatkan wajah ke barisan semut itu. Dalam tatapan yang menyisakan genangan air matanya, ia dengan sedikit kekuasaannya meniup semut-semut itu.
Satu-satu semut terhempas jatuh dari ketinggian besi jembatan.
Sebagian semut bersembunyi di bidang besi bagian dalam. Sebagian semut lainnya bertahan dalam cengkraman lemah kakinya.
Saat ditiup dengan keras, akhirnya semut-semut yang bertahan itu pun satu per satu jatuh.
Joseph sedikit tersenyum diikuti kesedihan yang dalam dan kekecewan atas nasib dirinya. Ia merogoh saku celananya. Yang dikeluarkannya daun sirih yang membungkus sejumput kapas. Ia lepaskan benda itu. Tampak daun itu melayang dan hanyut terbawa arus sungai.
Ia kembali menatap dalam-dalam langit dan kembali berjalan perlahan di jalan sunyi. Ia semakin menjauh.
JOSEPH (VO)
Pertanyaan itu terus menggangguku. Ketika itu sampai di ujung kepalaku, maka aku sering merasakan semakin dekat dengan sebuah keputusan.
Sejak dulu aku ingin melewatkan fase hidupku sesungguhnya. Aku ingin melompat begitu saja pada akhir faseku sebagai tua renta. Itu kupikirkan sambil menunggu waktu mati saja.
Entah akan kumaknai akhir seperti apa. Akan kurasakan akhir bagaimana. Aku tak tahu.
Masih akan banyak skenario hidup yang harus aku mainkan. Tetapi aku sudah lelah untuk semua itu. Biar kunyatakan pada semuanya bahwa tak ada lagi sulangan yang mampu menjemput sepakatku untuk semuanya. Aku dalam hening yang perlahan akan lenyap.
FADE OUT
INT-RUMAH-KAMAR JOSEPH-MALAM
(past time: 2003)
Joseph sedang menatap cermin. Bayangan dalam cermin berubah perlahan berwujud Raam, ayahnya. Mereka saling menatap. Josep menghela nafas penuh kesangsian.
CUT TO:
INT-RUMAH-RUANG KELUARGA-SIANG
(past time: 2003)
Raam duduk di kursi roda. Ia tatap layar monitor laptop-nya. Tampak deretan foto Rosevelt, J.F. Kennedy, Beethoven, Stephen Hawking. Binar matanya menunjukkan kekaguman. Seketika ia terkekeh.
JOSEPH
Kenapa, Pa?
Raam tidak menjawab. Ia masih terkekeh. Ia membelakangi Joseph dan menatap dirinya dan Joseph lewat cermin yang menempel di tembok.
JOSEPH (VO)
Aku perlahan tertantang untuk menyelami hatinya. Sedikit tahu saja tentang relung hatinya, akan memberi setitik benang pengaman atas diriku dalam banyak hal.
Aku merasa ia memasukkanku ke dalam cermin sebagai bayangannya. Dan kami kemudian terpaku saling menatap.Tidak pasti apa yang akan diungkap.
(jeda)
Aku mulai merasa asing dengan mereka setelah tiba kembali di tanah air bertepatan masa awal kuliahnya. Mereka membawa letupan-letupan ambisi yang sulit kumengerti.
Sehari setelah ayahku tiba di tanah air, ia terus menceracau dengan kisah-kisahnya selama di Eropa. Ia terus berupaya menumbuhkan kepastian hatiku agar aku mampu bergelut di bidang sinematografi. Aku menangkap suara ayahku tidak lebih sebagai desiran ular berbisa.
CROSS-CUT TO:
DIALOG and SCENE MEMORY
INT-RUMAH-RUANG KELUARGA-MALAM
(past time-2001)
RAAM
Kalau kamu berminat, suatu saat papa kenalkan kamu kepada Jan Banning. Fotografer yang terkenal dari Nederland. Papa sempat ngobrol lama dengan dia.
Raam menghampiri Joseph. Ia memeriksa isi dompetnya kemudian memberikan sebuah kartu nama kepada Joseph.
RAAM (CONT’D)
Ia sedang menjalankan proyek besar tentang jejak perang. Bahkan itu berhubungan dengan negri kita. Sekedar cari pengalaman saja, kamu boleh mencari tahu sebanyak-banyaknya tentang karya-karya dia.
Papa diperkenalkan oleh fotografer interior kenalan papa.
Raam mendekati Joseph yang sedang asyik nonton TV.
RAAM (CONT’D)
Kebetulan tiga bulan mendatang Banning akan singgah di Jakarta untuk proyek tersebut. Siap menambah pengalaman?
Raam menunggu respon anaknya. Joseph tampak sedikit ragu-ragu.
RAAM (CONT’D)
Nanti Papa kursuskan kamu ke Beatrik Nederlands Cursus biar kamu PD ngobrol dengan dia nanti.
Joseph mencoba menyembunyikan mimik mukanya yang khawatir.
CUT TO:
INT-HOTEL-RESTAURANT-SIANG
(past time: 2001)
Saat jam istirahat, Raam bersama Ganda, rekan kerjanya, makan siang di sebuah restaurant.
GANDA
Saya bukan tipe pria konservatif. saya malah diuntungkan dengan hasil kerja istriku.
RAAM
Sangat tidak logis kalau istriku ngotot ingin kerja juga. Apa hasil tenagaku untuk menafkahinya masih kurang?
GANDA
Saya tidak tahu banyak tentang keluarga Anda. Mungkin ada obsesi termasuk urusan nafkah lain (sambil menggerakkan dua jari tangannya membentuk tanda kutip) yang tumbuh dan berkembang saat Anda dengan istri Anda lama di Eropa.
Ganda tersenyum. Raam memalingkan pandangannya ke luar kaca ruangan.
GANDA (CONT’D)
Ada masalah diskriminatif yang belum tuntas tadi kita bicarakan di rapat. Tapi Anda jangan tersinggung dengan kata-kata manager tadi. Anda bisa mengambil pelajaran berharga dari kejadian yang menimpa teman kita yang digantikan posisinya oleh Anda. Fertiligo setitik di leher dan jari tangannya kemudian menyebar ke seluruh tubuhnya. Belum tampak merusak figmen kulit keseluruhan, dia sudah dimutasi. Artinya akan ada setengah penghasilannya yang hilang. Istrinya pun mengambil sikap yang sama dengan istri saya.
RAAM
(heran)
Aku tidak beresiko kena fertiligo.
GANDA
Bukan itu masalahnya. Tapi semua bisa berhadapan dengan kasus yang bermacam-macam tetapi dengan resiko yang sama.
RAAM
Betul juga. Bisa-bisa selling point hotel kita bisa turun drastis gara-gara dia. Members kita satu demi satu hilang.
GANDA
(bercanda sambil melihat hidangan Raam)
Singkirkan jeroan dan otak itu, kalau posisimu ingin terus kamu pertahankan!
RAAM
(pura-pura heran)
Lho?
GANDA
Memang... tidak mesti dari makanan saja. Pola hidup juga.
Ganda menyantap hidangan asparagus.
RAAM
Mind-set terbaru Anda pun akan menentukan hidup Anda dan hotel ini ke depannya.
GANDA
Tentu.
RAAM
(bercanda tapi ragu-ragu)
Tapi bukan berarti Anda mengasah strategi untuk menempati posisi puncak kan?
GANDA
Saya lebih suka permainan cantik dan sehat. Jangan salah tafsirkan saya tentang rapat tadi. Memang Anda beresiko digeser bule Perancis itu. Sorry. Saya tidak bisa basa-basi.
CUT TO:
INT, RUMAH RATIH, KAMAR, SIANG
(the same past time)
Dengan wajah sembab, Yanti, istri Raam memeluk adiknya, Ratih. Yanti menahan tangisnya.
YANTI
Aku gak mungkin pulang lagi. Aku ngeri dengan semua perlakuannya. Aku tidak menyangka dia bisa berubah sejauh ini. Tubuhku hancur, Rat!
RATIH
Sudah, Kak!
JUMP-CUT TO:
Istri Raam berbaring. Ia bertelanjang dada. Daerah payu daranya tampak memar di kanan kirinya. Ratih meletakkan kompres di daerah memar itu.
RATIH
Mengapa bisa bertahan selama ini?
YANTI
Selama keselamatan anakku masih beresiko terancam olehnya, aku harus bertahan.
RATIH
(terperanjak kaget)
Tira juga?
YANTI
Tiap hari dia terus ketakutan. Si Mbok Parni sudah pulang ke kampungnya dua hari yang lalu.
YANTI (CONT’D)
Aku gak habis fikir. Di saat harapanku mulai tumbuh untuk keluargaku semenjak aku mendampinginya ke luar negeri, malah saat itu pula awal kehancuran rumah tanggaku.
CUT TO;
EXT-RUMAH-RUANG KELUARGA-SORE
(past time: 2001)
Joseph berusaha memprotes kata-kata ayahnya. Raam tampak sinis berkomentar tentang keterbatasan fisik dalam konteks prestasi kerja sambil terus asyik membuka berbagai situs di internet pada laptop-nya.
RAAM
Heh! Kenapa yang cacat fisik harus dihalangi, sementara yang cacat moral justru sering diterima?
JOSEPH
Tapi bukan berarti yang cacat fisik terbebas dari cacat moral. Banyak yang seperti itu.
Joseph mencoba berlalu dari ruangan itu.
RAAM
Siapa yang ngajari kamu cuek seperti, hah?
JOSEPH
Untuk apa, Pa?
RAAM
Ini berhubungan dengan bisnis papa. Papa harus menguasai ini. Jangan sampai papa sedikit tergelincir, urusannya bisa fatal!
JOSEPH
Hotel bintang lima apa bukan diskriminatif bagi kelas menengah dan bawah?
RAAM
Pertanyaanmu tidak pada koteksnya.
Raam kembali memeriksa data. Joseph berlalu saja.
CUT TO:
INT-RUMAH-KAMAR-MALAM
Yanti menelefon ke HP Joseph.
YANTI
Cari adikmu. HP-nya sudah tidak diaktifkan. Jika ketemu, suruh tinggal di temennya untuk sementara. Dan pastikan bahwa papamu tidak tahu.
JOSEPH
Nyari ke mana, Ma?
YANTI
Dua hari yang lalu, waktu masih di rumah, dia nelfon Dwara, temennya yang sama-sama bulan kemarin diterima sebagai female promotion untuk sosialisasi sabuk pengaman. Siapa tau adikmu dengan dia. Kalo gak ketemu, hubungi aja panitianya. Kamu tau kan? Atau coba ke redaksi harian Female.
CUT TO:
INT-KANTOR REDAKSI-RUANG HUMAS-SIANG
Seorang staff humas menerimanya.
JOSEPH
Ia tahu nomor saya. Saya yang perlu nomor temen adik saya.
SEORANG STAFF
Maaf, Mas! Kami punya aturan. Tinggalkan saja identitas Mas.
Seorang staff tersebut berlalu begitu saja menuju ruang belakang.
JOSEPH
(sedikit berteriak)
saya kakaknya, mbak!
Wanita itu menoleh dan mengangkat kedua bahunya.
FADE OUT
INT-RSJ-RUANG KHUSUS-SIANG
(present time)
VO mengiringi MONTAGE SCENE (MEMORY)
Joseph bersama teman-temannya mabuk di sebuah diskotik.
Menghadiri acara campus party di sebuah tempat hiburan.
Joseph kebingungan karena mobilnya hilang.
JOSEPH (VO)
Aku terlalu bosan dengan sepi. Aku ingin hadir dengan pribadi yang kebanyakan orang miliki. Tetapi tetap saja, aku merasa asing dengan diriku sendiri. Aku tetap merasa sendiri di tengah-tengah keramaian.
CUT TO:
INT-KANTOR POLISI-RUANG PELAPORAN-SIANG
(PAST TIME: 2003)
POLISI
Di jaman susah gini, malah KTM yang kamu permasalahkan.
JOSEPH
(mengatur nada bicara)
Iya, Pak... tanpa KTM itu, saya tidak bisa ikut ujian sidang skripsi dong.
POLISI
Oh, gitu ya? Artinya, kehilangan mobil dan uang dua juta, bukan berarti apa-apa buatmu?
JOSEPH
Bukan begitu, Pak. Untuk sementar ini, karena waktunya mendesak, saya perlu KTM, Pak! Setidaknya saya butuh surat keterangan kehilangan KTM untuk disampaikan ke Universitas.
POLISI
Baik. Tapi saya perlu waktu lebih dari dua kali dua puluh empat jam untuk meminta keterangan dari Saudara.
CUT TO:
INT-RUMAH-RUANG KELUARGA-SORE
Sound efect: Klakson mobil
Joseph asyik nonton program reality show di salah satu channel TV cabel. Joseph terperanjak mendengar klakson mobil yang berbunyi dari arah depan rumahnya. Ia segera keluar.
EXT-RUMAH-HALAMAN RUMAH, SORE
Josep mendorong pagar besi yang menjulang tinggi. Ayahnya tidak langsung memasukkan mobilnya di garasi tetapi mobil diparkir beberapa meter dari posisi Josep di pintu pagar.
Josep segera meutup kembali pagarnya.
Raam keluar dari mobil dan membanting pintu mobilnya. Tampak wajahnya kesal. Ia segera menghampiri Joseph yang bergegas masuk ke rumah.
INT-RUMAH-RUANG KELUARGA-SORE
RAAM
Tidak punya etika, kamu!
Joseph masuk ke ruang tengah dan menghempaskan tubuhnya kemudian kembali menyaksikan tayangan televisi. Raam mendekatinya.
RAAM (CONT’D)
Kamu sudah membuang satu peluang untuk pengalaman karier kamu ke depan!
JOSEPH
Aku gak bisa menemui dia, Pa. Aku masih ada urusan dengan polisi. Sisa waktu kemarin, untuk persiapan produksi film indie bersama teman-teman.
RAAM
(kesal)
Papa malu sama Banning.
JOSEPH
Kenapa harus malu?
RAAM
Hanya karena kamu, dia bisa pandang semua pemuda Indonesia gak punya etika seperti kamu. Jelas-jelas sepakat datang di pertemuan itu, ini malah cuek!
JOSEPH
(menekan remute control dan terus memindah-mindahkan cannel-nya)
Kalau gitu aturannya, aku bisa lebih kasar menilai bule itu dan bangsanya!!
RAAM
Ketika aku di Eropa, aku masih membayangkan kamu anak yang santun. Tidak seperti ini.
JOSEPH
(berdiri tegap menatap wajah ayahnya)
Jangan pernah yakin atas perkiraan Papa selama ini atas diriku. Jauh sebelum aku mengerti tentang moral, sopan-santun, dan harga diri, aku sebenarnya telah lama dihancurkan oleh semuanya. Dan Papa turut andil atas kehancuranku itu.
RAAM
(terkejut dan menahan marah)
Tapi aku tidak membesarkan kamu untuk menjadi anak seliar ini!
JOSEPH
Apa dengan meninggalkan aku sejak kecil, ada jaminan bahwa aku mendapatkan kelengkapan secara mental untuk menjadi anak yang santun, punya harga diri,dan bermoral?
Josep mematikan TV dan melempar remote-controlnya ke meja.
JOSEPH (CONT’D)
Papa boleh tersenyum di negeri orang dengan kepercayaan diri yang tinggi dan terus mengabarkan ke setiap orang di sana bahwa Papa kebanggaan anak negeri ini. Tetapi pernahkah terlintas di pikiran Papa bahwa di negerinya sendiri, ada anak bangsa yang sedang terus menangisi diri dan negerinya!
RAAM
(heran dan marah)
Apa maksud ini semua? Kenapa pake bawa-bawa nama negara segala?
JOSEPH
Karena aku bagian dari ratusan juta warga yang harus menanggung pedih karena kelalaian sejarah. Dan Papa yang paling mungkin sebagai salah satu pelaku kelalaian itu.
RAAM
(sangat marah)
Apa maksud kamu?
JOSEPH
(semakin marah dan nada bicaranya semakin tandas)
Aku telah lama dihancurkan oleh mereka yang mengagungkan sebuah peradaban.
RAAM
Jangan ngawur kamu!
JOSEPH
Papa yang ngawur!
Aku mengalami ini semua karena aku tidak pernah papa kenalkan dengan yang disebut sopan-santun, moral, dan harga diri!
Papa tidak pernah mengajarkan aku untuk membangun sebuah harga diri dan mempertahankannya. Bahkan sejak kecil, aku tidak mengerti tentang keselamatan hidup yang seharusnya aku perjuangkan!
Josep menangis dan segera meninggalkan ayahnya.
Raam terhuyung-huyung menghampiri kursi. Ia seperti mengatakan sesuatu tetapi yang tampak hanyalah gerakan bibirnya yang tidak beraturan.
CUT TO:
INT-RUMAH-KAMAR-MALAM
Yanti menerima telefon dari Joseph.
JOSEPH (VO)
Ma, saya harus pergi juga.
Yanti
Jo, kenapa?
Telepon diputus. Yanti tampak sedih.
INT-RUMAH-RUANG KELUARGA-MALAM
(TWO WEEKS LATER)
Raam duduk dikursi roda dan menghabiskan hari-harinya dengan nonton film VCD dan DVD-nya. Ia terpesona dan mulai mencintai wanita yang berperan dalam film favoritnya. Wanita itu adalah kenangan cintanya bersama seorang pembantu cantik, Tia, di rumahnya ketika ia remaja.
RAAM
(bergumam)
Kamu Tia... di mana?
Ia tampak sangat bernafsu. Perlahan tangan kirinya merogoh celana tidurnya. Lama sekali tangannya di gerak-gerakkan di dalam celana. Raam kecewa. Ia segera mematikan TV.
RAAM
(tertunduk menangis)
harus sampai kapan?
CUT TO:
EXT-RUMAH-HALAMAN-PAGI
Joseph akan memasuki hari pertama kost di sebuah kota. Tampak Tia mendorong Raam dalam kursi roda. Tampak wanita itu mirip dengan tokoh dalam film yang sering dilihat ayahnya.
Wanita itu mendorong kursi roda mengikuti Joseph sampai ke ujung halaman.
RAAM
(membujuk dan berharap)
Seminggu sekali lebih bagus.
Joseph tidak bereaksi. Ia pergi dengan mobil papanya.
CUT TO:
INT-RUMAH-KAMAR KOST-MALAM
Barang-barang Joseph masih tertumpuk menyebar memenuhi kamar kost barunya. Ia menghubungi temannya.
JUMP-CUT TO:
JOSEPH
(menempelkan HP ke telinganya)
Sembilan belas? Terlalu banyak. Lima saja.
Joseph mengeluarkan buku kecil. Ia mencatat satu persatu nama empat temannya.
JOSEPH (CONT’D)
Hah? Pedofilia? Gak ada yang lain?
Oke. Dirapat aja kita bicarakan. Yu...!
CUT TO:
INT-KAMPUS-RUANG DISKUSI-SIANG
Mereka berlima duduk melingkari sebuah meja oval.
JOSEPH
Sorry, tema tersebut gak mampu gue kuasai sepenuhnya.
DANY
Tapi kita semua sudah sepakat akan belajar melalui proses. Trus gimana dong?
NESYA
(melirik ke Joseph)
Elo harus ngambil bagian dari penelitian awal ini dong tentang tema yang kita angkat ini.
IAN
Kan elo sendiri yang pengen cerita unik. Berjuang dong. Kita sepakat kok. Mudah-mudahan bisa maksimal.
RIO
Ya udah. Dia mau kok.
NESYA
Ya wis. Tinggal kesepakatan penentuan lokasi shoting. Ada perkembangan baru?
CUT TO:
EXT-JALAN-MOBIL-SIANG
Survei lokasi shoting. Ian, Dany, dan Rio duduk di belakang. Nesya di samping Joseph yang menyetir.
IAN
Gue dah dapet calon aktrisnya.
DANY
Siapa?
IAN
Ada deh. Lu jagoin siapa dulu, baru nanti gue sebutin.
DANY
(bersemangat)
Oke... gue punya si Waci.
JOSEPH
Nglantur!
NESYA
Aduhai... tokoh negro diperanin ama Cina?
RIO
Eh tunggu, Ide bagus tuh.
DANY
Bagus apanya?!! Trus kalo gitu ngapain kita repot-repot diskusi panjang lebar. Dasar elo!
RIO
Ya udah. Trus siapa dong?
IAN
Gue jagoin Si Mel.
JOSEPH
(nada datar)
Si mel? Oke Juga tuh. Tapi gue punya best of the best. Andin! Wataknya jelas. Nyambung banget buat karakter si Berta.
NESYA
Tapi si Mel, tantangan buat kita.
Nesya melihat reaksi Joseph.
NESYA (CONT’D)
Boleh sih cari gampangnya. Tapi gue yakin, si mel pasti bisa.
RIO
Bener juga. Si Mel itu, kalo digarap dengan serius malah mungkin bisa lebih mantap actingnya daripada si Andin.
NESYA
Aktornya dong.
DANY
Gue punya si Andre.
IAN
Gue si Utomo.
DANY
Ngaco lu! Bledak-bleduk medok dong!
RIO
Gue siap jadi dubbernya.
DANY
Gak pake dubber-dubberan.
NESYA
Kalo gitu si Helius aja.
JOSEPH
(cepat mengomentari)
Setuju. Ntar kita rembuk lagi. Lokasi udah di depan kita. Turun Yuk.
CUT TO:
EXT-PERTOKOAN-RESTAURANT CINA-MALAM
Mereka tiba di sebuah pertokoan Cina. Sebuah restaurant megah dengan warna dominan emas dan merah menjadi pilihan mereka.
RIO
Pas banget dengan yang gue bayangin.
DANY
Tuh kan, artinya si Waci dipake juga kan.
IAN
Iya. Tapi peran selintas doang.
DANY
Lho?
JOSEPH
Iya lah... Ini setting buat adegan si negro dan si bule makan bareng di sini.
Joseph mengamati bagian depan toko tersebut.
JOSEPH (CONT’D)
Emang cocok juga si Waci. Bagian dibentak-bentak ama si negro. (menyindir,tersenyum sambil melihat sama Dany) Salam ama si waci dari gue.
DANY
Ya elo.
NESYA
Udah kita masuk, yuk!
Mereka berbincang dengan salah seorang pelayan dan kemudian dipersilahkan menemui managernya.
CUT TO:
INT-RUMAH SAKIT-RUANG PERAWATAN KHUSUS-SIANG
Joseph dkk. dipersilahkan petugas masuk sebentar ke ruang perawatan khusus bagi pasien korban kejahatan seksual. Mereka dihampiri psikiater wanita.
PSIKIATER
( bersalaman)
Sukma.
PETUGAS
Silahkan tunggu saja di luar dulu. Nanti saya akan pertemukan kembali saudara-saudara dengan pimpinan Rumah Sakit dan Ibu ini (menunjuk ke Sukma).
CUT TO;
INT-RUMAH SAKIT-GANG ANTAR RUANG-SIANG
Josep merasa lega. Teman-temannya tampak tidak sabar.
JOSEPH
Gue berharap survei ini cepet selesai
DANY
Lho kok?
JOSEPH
Terlalu memaksakan diri. Padahal masih banyak kamar yang lebih menantang untuk diset sesempurna mungkin.
Joseph memalingkan wajah ke arah ruang khusus.
JOSEPH (CONT’D)
Kadang kita terlalu mencampuradukkan schedule yang satu dengan yang lainnya. Sudah jelas-jelas cari lokasi, kok malah repot-repot ingin ngobrol dengan psikiater. Mereka tidak masuk dalam pemeranan kan?
RIO
Gak ada salahnya. Gak ada ruginya. Sulit lo kita bisa diberi kesempatan ketemu dengan dia. Psikiater kondang lagi. Elo denger sendiri kan? Malah dia yang bermurah hati nyediain waktunya untuk kita.
JOSEPH
Gue hanya ingin tertib aja. Proses pembelajaran, Oke. Gue setuju. Gue cuma pengen tertib aja. Gak lebih!
DANY
Elo gak bisa kaku gitu dong dengan shcedule. Ini kesempatan kita nambah wawasan.
JOSEPH
Kalo gitu semuanya belum fix dong.
IAN
Untuk langkah awal ya dimaklum dong. Tapi pada dasarnya sudah kok. Sambil jalan juga gak ada salahnya. Kekurangan di sana-sini bisa cepat kita perbaiki. Gimana kita bisa ngarahin si Mel, si Andi, si Andre, si Helius kalo kita sendiri bego dengan hal mendetail tentang pedofilia.
JOSEPH
Iya deh gue maklum... kerja keroyokan gini gak jelas juga siap sutradara siapa...
NESYA
(menengahi)
Udah deh! Stop semua pertikaian! Kita tuh udah setengah jalan nih. Kalo emang niat bubar, kenapa nggak dari awal-awal aja!
Semua diam. Dari arah kamar 108, pintu terbuka. Psikiater menghampiri mereka. Mereka bercakap mengikuti psikiater menuju area parkir.
CUT TO:
EXT-RUMAH SAKIT-AREA PARKIR-SIANG
PSIKIATER
Maaf sekali. Kalian lama menunggu ya?
NESYA
Gak apa-apa Bu. Kita cukup banyak waktu kok.
PSIKIATER
Atau sebentar saja kita ngobrol di sini, sisanya kita sambung di kantor saya. Besok, lepas jam dua siang saya cukup banyak waktu untuk ngobrol dengan kalian.
JOSEPH
(cepat menjawab)
Biar besok saja. Kami harus memeriksa lokasi dulu dan menghadap pimpinan rumah sakit ini.Terima kasih, Bu.
CUT TO:
EXT-JALAN SEPI-TIKUNGAN-SORE
(another day)
Pelaksanaan shooting.Joseph kecewa dengan kemampuan pemain bocah yang berperan sebagai korban pedofilia.
JOSEPH
Gagal total!
DANY
Bagian mana?
JOSEPH
(menunjuk ke bocah)
Dia belum mampu mewujudkan ruh tokohnya sesuai yang gue inginin.
NESYA
Jadi, mau elo gimana?
JOSEPH
(kesal)
Elo-elo harus tahu dong bahwa pengalaman spikologis yang tertanam hebat dan cukup lama bisa terbaca lewat mata orang yang mengalaminya. Bagian scene ini kan banyak extreem close-up-nya ke mata dia. (melihat Dany) Ini kameramen lagi malah ngatur sendiri.
DANY
(nyeletuk dan sinis)
kalo elo ngijinin, pinjemin aja mata elo buat bocah itu. kayaknya mata elo itu lebih punya ruh untuk ngegambarin efek psikologis yang kita perlukan.
JOSEPH
(suara datar)
Terima kasih.
CUT TO:
EXT-TAMAN KOTA-SEBUAH SUDUT-SORE
(another day)
Kegiatan shooting di sebuah taman yang sepi. Ian, Dany, Rio, dan Nesya tampak kagum menyaksikan acting Andre yang tampak sangat alamiah dan tetap mantap.
RIO
(berbisik ke Nesya)
Tidak banyak yang perlu diarahin untuk pemeranannya. Lihat pancaran matanya.
Take Andre menatap sang bocah. Jobe berhasil dengan sempurna. Mereka tepuk tangan dan segera menghampiri Andre.
IAN
Dre, Luar biasa lu!
ANDRE
Gue gak mau setengah-setengah. Gak salah kan kalian milih gue.
DANY
Tuh bocah korban elo dapet deh mood-nya. Hebat lu.
Pada take berikutnya, mata Joseph menatap kian kemari mengikuti gerak tubuh kedua pemain itu yang berlatar belakang sebuah pohon pendek yang salah satu dahannya terjulur ke samping.
Bola matanya mulai bergerak menyusuri seluruh tubuh bocah itu. Bocah itu tersenyum. Perlahan Andre menggerakkan tangannya. Seketika terhenti kaku tepat sebelum menyentuh bibir bocah itu.
JOSEPH
Cut!
ANDRE
(masih menahan posisinya)
Ada yang kurang?
JOSEPH
Apa lu ngerasa yakin dengan gestuurd dan tatapan lu kaya gitu si korban gak bakalan nolak?
Tolong dong, emosi elo itu jangan diumbar kaya gitu. Tetep kontrol dong.
ANDRE
Oke!
JOSEPH
(menginstruksikan semuanya)
Break dulu!
Andre perlahan menghampiri Joseph. Rokok yang menempel di mulutnya ia hisap dalam sekali.
ANDRE
Interpretasi gue ama elo bisa jadi beda. Kalo ngewajibin sebuah kesamaan, gue mau belajar banyak nanti malam dangan elo. Ada waktu?
FADE OUT
INT-RUMAH-KAMAR KOST-MALAM
Sebuah piala penghargaan film tampak mencolok di antara benda-benda yang berserakan di atas meja belajar dalam kamar kost Joseph. Terdengar bunyi HP. Josep ragu-ragu menerima telefon dari ayahnya.
JOSEPH
Hallo.
RAAM (VO)
(terbata-bata)
Aku bangga.
Terdengar Raam terisak. Joseph terpaku.
RAAM (VO)
Papa terlalu pongah saat ditawarkan banyak jalan. Dan gelisah saat semuanya lenyap.
Papa... Papa terpaku saat Tuhan memberikan dua pilihan.
Josep lama tertegun.
RAAM (CONT’D)
(menangis)
Kamu baik-baik saja kan?
CROSS-CUT TO:
INT-RUMAH-KAMAR-MALAM
Raam masih memegang telefon. Ia tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia menangis kembali.
FADE OUT
BACK TO NORMAL
INT-RSJ-KAMAR KHUSUS-SIANG
(present time)
FADE IN
Psikiater tampak dengan seksama mendengarkan keterangan Joseph. Sesekali ia mencatat keterangan Joseph.
JOSEPH
Aku kesulitan dalam menempatkan diri pada sebuah kepastian. Ada kekuatan yang sukar kuelakkan.
Jika ayahku menegaskan atas dua pilihan. Aku malah ragu atas pilihan itu.
Aku ingin berlari menuju jalan panjang saja dan kutatap langit biar aku tidak terus bertanya tentang sebuah akhir perjalanku.
Psikiater membubuhkan tulisan dengan huruf kapital di kertasnya: TRAUMATIC EVENT-THE COMPLEX. Dengan mantap ia melingkari tulisan tersebut.
JOSEPH (CONT’D)
Sejak dulu satu persatu harapanku dicabut dari kehidupanku. Dan semenjak itu aku merasakan hidup sendiri di tengah orang lain.
DISSOLVE OUT
INT-RUMAH TANTE-KAMAR-SIANG
(past time)
Ratih dan suaminya sudah rapi bersiap-siap pergi ke sebuah perjamuan pesta kerabat.
SUAMI
Si Joseph mana, Ma?
RATIH
(menghadap cermin memoles bibirnya kembali dengan lipstiknya)
Main.
SUAMI
Kemarin lusa dia gak pulang lagi, ya?
RATIH
Ada telefon dari orang tua temennya. Dia nginap lagi.
SUAMI
Kita gak enak sama mereka. Anak kecil kok diabur!
RATIH
Papa tenang aja. Dia aman-aman saja kok.
Istrinya sibuk mencari pelentik bulu mata di meja riasnya. Ia menemukan dan segera menggunakannya.
RATIH (CONT’D)
(menjepit dengan hati-hati bulu mata kiri dan kanannya)
Kalo cuma ngandelin jatah beasiswa, ya gitu. Istri dan satu anak yang kebawa.
SUAMI
Sudah! Kok terus dibahas.
CUT TO:
BACK TO NORMAL
INT-RSJ-RUANG KHUSUS-SIANG
JOSEPH
Mulai saat itu, jiwaku terbina atas sebuah ketidakpastian. Saat kejadian pertama aku disekap di sebuah kamar hotel, saat itu aku tidak mengerti apa-apa. Yang kurasakan hanyalah rasa sakit yang dalam. Aku merasakannya lebih dari sebuah tamparan. Aku merasa dilemparkan ke sebuah jurang yang senyap beriringan dengan aku mendapatkan sebuah ayunan singkat ke angkasa. Tubuhku melambung ringan dan seketika aku tersedot ke bawah. Aku terhempas keras.
Setelah itu, bule yang menyekapku menghilang. Sekitar tiga bulan kemudian muncul lagi. Dan aku kembali dalam sekapannya. Semenjak itu pula mulai bersarang dalam setiap helaan nafasku: Dia dan pisau matiku!
Aku ingin menikamnya bertubi-tubi sampai aku mendapatkan kemenangan yang tak tertangguhkan atas tragisku.Tetapi setelah kurentangkan benang merah masa kecilku, tak kudapatkan perkembangan mencolok untuk meraih kemenangan itu.
Aku mengulur kembali benang itu, sekedar menetapkan hati bahwa suatu saat nanti, tragisku bukanlah jerat bagiku. Tak ingin suatu ketika, ia melilit tubuhku sampai lidahku menjulur dan mata nanarku menuntut sebuah keadilan.
FADE OUT
INT-RSJ-RUANG KHUSUS-SIANG
Joseph masih dalam sorot mata sedih dihibur oleh psikiater. Mereka bermain kartu dan koin kotak.
JOSEPH
Wah,,, permainan baru nih.
PSIKIATER
Ini spesial ciptaan keponakanku.
Psikiater mengocok kartu.
PSIKIATER (CONT’D)
Oke, saya terangkan lagi. Eh, tapi sedikitnya butuh satu orang lagi.
Psikiater menoleh ke luar ruangan kemudian menghampiri petugas dan tidak lama kemudian mereka telah duduk bertiga dengan Maya,temannya.
PSIKIATER (CONT’D)
Begini! Saya bagikan kartu ini sama rata jumlahnya. Saya yang pertama buang kartu. Maksimal empat kartu. Harus angka yang sama. Tapi sebetulnya kita boleh membuang yang mana saja, tidak harus sama. Tinggal orang setelah kita yang harus menyatakan percaya atau tidak atas kartu buangan kita. Jika salah tebak, kartu buangan harus diambil oleh yang menerka. Pemenangnya... tentu yang kartunya cepat habis.
Oke kita belajar sambil jalan saja. Saya bagikan kartunya ya...
Psikiater mempercepat mengocok kartunya. Kemudian membagikannya sama rata.
MAYA
Wah kartunya banyak amat. Kayak kipas nih.
PSIKIATER
Tapi gak seru kalau semua bilang percaya. Ada yang harus berani bohong dengan kartunya. Dan ada yang harus berani mengambil resiko dengan tebakannya.
Psikiater menyusun dan merapikan kartunya dalam genggamannya.
PSIKIATER (CONT’D)
Saya buang... tiga. Nih dua buah.
Psikiater tersenyum kepada Joseph. Giliran Joseph harus menerkanya. Psikiater mencoba memainkan ekspresi wajahnya agar Joseph kesulitan menerkanya.
JOSEPH
(dengan sangat hati-hati)
Gak percaya.
PSIKIATER
Bener?
JOSEPH
Gak percaya.
PSIKIATER
Kamu berhak membukanya. Jika tebakanmu benar, aku ambil kembali kartuku.
Joseph membuka perlahan kartu yang dibuang psikiater.
JOSEPH
Yah... salah! Saya ambil ya?
PSIKIATER
Iya. Dan masih saya yang buang.
Psikiater membuang empat kartu. Ia segera menahan ekspresi wajahnya. Katu yang membentuk kipas sedikit ditutupkan ke wajahnya.
JOSEPH
Percaya deh.
PSIKIATER
Yakin?
JOSEPH
Iya, yakin dong.
PSIKIATER
(kepada Joseph)
Berarti langsung kamu buang kartunya untuk Mbak ini tebak.
FADE OUT:
Sound Efect: tertawa
Tak satu pun kartu berada di tangan psikiater. Ia tersenyum memperhatikan Joseph dan temannya. Di tengah meja kartu kian menumpuk. Kartu pada tangan Joseph lebih banyak daripada wanita itu.
PSIKIATER
Ya sudah... tidak seru lagi. Kok semuA percaya terus. Ayo May! Joseph!
JOSEPH
Gak percaya.
MAYA
Coba buka!
JOSEPH
(tertawa hambar)
Yah... aku harus ambil setumpuk ini. Aku kalah deh!
Joseph meraih semua kartu dan merapikannya.
JOSEPH (CONT’D)
Aku gak mau berhenti dI sini. Siap menerima tantangan saya?
MAYA
Apa dulu tantangannya?
JOSEPH
Permainan juga. (melirik ke psikiater) Ibu harus ikutan juga. Mau kan?
Psikiater mengangguk senang. Ia betulkan posisi kursinya dan merapatkan ke tepi meja.
JOSEPH
Ini permainan kotak koin.
Maaf ada kertas selembar, pulpen, dan
koin tiga buah?
Maya segera ke luar dan kembali dengan membawa kertas dan spidol.
Maya
(ke psikiater)
Bu, koin ada?
PSIKIATER
(memeriksa tasnya)
Seratus perakan?
Joseph segera membuat gambar berkotak terdiri dari 6 kolom dan enam baris. Ia letakkan tiga koin berjajar di luar garis kotak bagian terbawah.
JOSEPH
Ada catatan penting. Aku tidak mengharapkan Ibu-ibu berfikir matematis. Syaratnya hanya berkonsentrasi saja ke area kertas ini.
Ada dua pernyataan dan satu pertanyaan yang harus ibu-ibu jawab. Siap?
Saya mulai dengan koin pertama.
Joseph menggerakkan koin pertama dikotak kolom tiga baris satu. Tampak lima jarinya melebar dan perlahan masuk ke tengah kertas. Ia menggerakkan koin dengan ujung jari tengahnya.
JOSEPH (CONT’D)
Jika ini lima.
Ia menggerakkan koin kedua dengan ujung telunjuk dan jempolnya terbuka, sementara 3 jari lainnya terlipat.
JOSEPH
Ini dua.
Ia menggerakan koin ke tiga dengan ujung telunjuknya ke kolom lima baris dua. Sementara jari lainnya terlipat.
Ini berapa ?
MAYA
(bingung dan ragu-ragu)
Lima... dua. Lima ya?
JOSEPH
Aduh, terlalu matematis! Salah! (melirik ke psikiater) Ibu?
PSIKIATER
Aduh... susah juga. Kalau tidak matematis, lantas harus gimana dong?
JOSEPH
Tebak aja.
PSIKIATER
(mencoba berkonsentrasi)
Sebentar... mungkin dua setengah!
JOSEPH
(tertawa lebar)
Ha...ha..ha.. ini lebih parah. Kok ada pecahannya! Salah! Jawabannya satu! Jawabannya harus satu sampai lima.
MAYA
Kok satu?
PSIKIATER
(tersenyum) kamu asal!
JOSEPH
Gak ada yang asal. Saya coba lagi. Jika setelah tiga menit, jawabannya salah terus, berarti Ibu-Ibu payah! Tapi jika jawabannya tiga kali berturut-turut benar, berarti hebat. Coba lagi ya...
Joseph mengulangi permainannya. Ia menempatkan koin-koin di posisi yang lain dengan lipatan-lipatan jari yang berbeda-beda.
FADE OUT
FADE IN
JOSEPH
Yah... betul-betul payah. Anak TK saja bisa kok!
MAYA
Rahasianya dong!
JOSEPH
Kan sudah aku bilang, konsentrasi ke area dalam kotak.
PSIKIATER
Sudah. Tapi kok salah terus ya?
JOSEPH
Artinya Ibu tidak benar-benar melihat kotak itu.
Josep membuka rahasia permainannya yang terletak di jumlah jari yang tidak dilipatnya, itulah jawabanya. Ia peragakan kembali gerakan koin dan jarinya kemudian ia sebutkan jawabannya.
PSIKIATER
Permainan yang luar biasa. Kamu cerdas.
JOSEPH
Maaf. Bukan aku yang cerdas. Aku nyontek dari permainan anak jalanan yang sempat kenal dekat.
Psikiater dan Maya saling menatap. mereka tersenyum lebar. psikiater mengeluarkan gelang kulit dari tasnya. Ia menawarkan benda itu dengan anggukan kecil. Joseph tertegun menatap kotak-kotak dalam kertas. Ia teringat anak kecil yang mengajaknya bermain kotak koin.
CUT TO:
EXT-JALAN RAYA-SEBUAH TROTOAR-MALAM
(past time)
Di keramaian malam, jalan raya. Mobil Joseph melaju perlahan. Ia melihat bocah kecil yang diseret seorang pengamen jalanan. Joseph turun bermaksud menolong anak itu. Anak kecil itu bernama Nadi.
JOSEPH
Hei... apa gak ada anak yang lebih gede untuk lu ajak berkelahi?
PENGAMEN
Siapa yang mau berkelahi? Apa urusan kamu, hah?
Lu nantang gue ya?!!!
JOSEPH
(melotot)
Ya! Lepaskan anak itu!
PENGAMEN
Gak mungkin. Apa hakmu atas adik gue?
Pengamen terus menyeret adiknya dan menjauh dari Joseph. Joseph mengejar dan langsung menarik kerah kemeja pengamen.
JOSEPH
Kamu mau apakan anak itu?
PENGAMEN
Anjing lu! Apa urusan lu, Anjing?
Nadi berontak. Ia berlari sambil berteriak.
NADI
Aku mau dipake Om-Om!
Joseph mengejar pengamen yang mencoba meraih tangan adiknya.
CUT TO:
EXT-JALAN-TIKUNGAN SEPI-MOBIL-MALAM
(another night)
Joseph mengamati sepanjang trotoar dari dalam mobilnya. Ia menunggu kemunculan Nadi. Setelah didapatkan Nadi ada di sekitar trotoar, ia segera turun dari mobilnya.
JOSEPH
(bergegas mengejar Nadi)
Hai, masih ingat aku?
NADI
(menoleh dan kembali menghitung uang recehan di tangannya)
Iya... yang dulu berantem dengan kakakku.
JOSEPH
Mana kakakmu?
NADI
Gak tau.
JOSEPH
Bisa ikut aku sebentar?
NADI
Ke mana, Om?
JOSEPH
(menunjuk ke mobilnya)
Itu mobilku. Aku perlu bantuan kamu. Ayo!
CUT TO:
EXT-JALAN RAYA—MOBIL-MALAM
Joseph tampak sedih mengendarai mobilnya. Nadi lebih menikmati suasana malam dalam sebuah perjalanan di dalam mobil.
JOSEPH
Sepertinya kamu nggak takut lagi sama kakakmu ya?
NADI
Sebenarnya aku gak takut. Cuma waktu itu aku berontak karena capek.
JOSEPH
(menahan kesedihannya)
Dengan Om-om itu?
NADI
Iya.
JOSEPH
Tapi dapat duit kan?
NADI
Iya sih tapi hanya sebagian. Kakakku yang ngatur. Makanya saya suka juga sembunyi-sembunyi untuk ngamar dengan Om-om.
JOSEPH
(terkekeh dan masih menyembunyikan perasaan sedihnya)
Wih... pake ngamar segala kayak tante-tante!
NADI
Eh, Om... kita mau ke mana?
CUT TO:
INT-RUMAH-RUANG KELUARGA-MALAM
Raam terkulai lemah di kursi roda. Ia menghubungi Tia via telefon. Tampak ia masih menyisakan kesedihannya.
RAAM
Kamu ke sini!
TIA (VO)
Malam-malam begini, Raam?
RAAM
Belum terlalu malam.
TIA (VO)
Ada apa lagi, Raam? Anakmu lagi?
RAAM
(menangis)
E...bukan. Kuku tanganku sudah panjang-panjang.
TIA
Aduh, Raam, besok kan masih bisa!
RAAM
Kulit paha kiriku tidak mau luka yang kedua kalinya karena garukanku dalam tidurku malam ini. Bisa kan ka...
TIA (VO)
(memotong)
Iya... ya aku segera datang.
CUT TO:
EXT-JALAN RAYA-JEMBATAN-MALAM
Joseph dan Nadi berjalan ke arah jembatan.
JOSEPH
Kamu berani masuk ke sungai itu?
NADI
Untuk apa, Om?
JOSEPH
(mendesak)
Berani nggak?
NADI
Kalau siang hari gak masalah.
JOSEPH
(membentak)
kamu berani nggak?
NADI
Untuk apa, Om?
JOSEPH
(semakin keras membentak)
Jawab!
NADI
(takut)
Iya saya coba.
JOSEPH
(menatap tajam ke anak itu)
Bagus! Sekarang kamu turun!
NADI
(heran)
Ngamar kok di sungai?
JOSEPH
(tegas)
Diam kamu!
Joseph menarik cepat lengan anak itu. Mereka menuju ke tepian sungai.
CUT TO:
INT-RUMAH-KAMAR-MALAM
Tia mendorong kursi roda Raam memasuki kamar tidur. Tia duduk di tepian kasur dan Raam tepat berada di hadapan Tia. Tia mencoba mengalihkan kesedihan Raam.
TIA
(tersenyum sambil memikirkan kata-kata)
Raam... besok aku buatkan masakan. Kamu tinggal pilih, mau pepes tahu spesial atau cake kentang plus juice timun korea?
JOSEPH
Pepes tahu spesial? Spesialnya apa?
TIA
(tertawa)
Tahu putih spesial pake garam. Dikiiit aja.
JOSEPH
Sekalian bikin yang gurih aja. Aku sudah rindu makananmu yang lezat-lezat.
TIA
Wah gawat! Tadi nelfon minta dipotongin kuku biar gak melukai paha. Nah, kalau dikasih yang gurih-gurih,(senyum menggoda) bisa-bisa nanti malah susah berdiri.
Tia segera memapah Raam untuk mencoba berdiri. Raam berjalan perlahan dengan menggusur kaki sebelah kanannya.
TIA (CONT’D)
Ya... satu ... dua.... Cukup! Cukup! Yang penting bisa berdiri tegak dulu.
RAAM
(balas menggoda)
Jadi sudah bisa yang gurih ya?
TIA
Sabar, Sayang! Kalau kamu udah pandai lari, baru dikasih.
RAAM
Tapi sudah kuat beberapa langkah kok. Aku coba lagi ya...
TIA
Heh... jangan dihabiskan malam ini. Besok pagi sambil berjemur lebih asyik.
JOSEPH
Tanganku juga ya...
TIA
(menyemangati)
Tenang saja. Belum pecah kok bola tenisnya untuk kamu remas.
Tia mendudukkan kembali Raam.
RAAM
(lirih)
Dulu, sepertinya kita pernah mengucapkan kata-kata yang sama dengan yang baru saja kita ucapkan, untuk hal lain. Tapi sekarang ...
TIA
(menyembunyikan kesedihannya)
Nanti kalau sudah pulih seluruh kekuatanmu, jangan segan-segan, kamu tendang saja kursi roda ini. Boleh kamu buang atau kamu hancurkan. Dan semuanya plong!
CUT TO:
EXT-JEMBATAN-SUNGAI-MALAM
Nadi tampak menggigil. Air sungai merendam sampai batas lututnya. Joseph terus memperhatikannya dari tepi sungai.
JOSEPH
Kamu terus saja ke tengah!
NADI
Dalam, Om.
JOSEPH
Dicoba aja dulu.
NADI
Di sini aja udah selutut. Apalagi di tengah. Aku takut tenggelam.
Nadi semakin menuju ke tengah sungai. Airnya semakin atas merendam tubuhnya sampai batas dadanya.
Joseph tiba-tiba tertawa lebar berselang dengan ekspresi sedih dan kecewa.
JOSEPH
Kamu gak mungkin aku tiup dari atas jembatan ini untuk sampai ke sungai ini.
NADI
Om, kaki saya kram...
JOSEPH
(tidak peduli)
Aku, kamu, teman-teman kamu bagian dari bencana yang sama.
NADI
(heran)
Apa yang harus aku cari di sini?
JOSEPH
Kamu terus saja ke tengah.
Nadi kembali bergerak perlahan menuju ke tengah sungai.
JOSEPH (CONT’D)
Iya... ke dekat batu besar itu.
Dari atas jembatan, seseorang berteriak...
SESEORANG
Wey... sedang apa kalian?
CUT TO:
INT-RUMAH-KAMAR TIDUR-MALAM
Perlahan Tia membaringkan Raam ke atas ranjang. Dua bantal dia tumpukkan untuk menyangga kepala Raam.
RAAM
(lirih)
Dulu aku tidak pernah membayangkan hidup seperti ini. Apalagi mempercayai kata-kata temanku di kantor dulu.
TIA
Tapi aku dari dulu, setelah sempat terpisah, terus membayangkan bahwa suatu saat kita dipertemukan lagi. Dan benar. Di usia setua ini kita bersama lagi.Aku kadang geli membayangkan masa muda kita dulu.
RAAM
(menatap lembut)
Satu lagi saja urusanku. Tapi aku belum tau apa akan terwujud di sisa usiaku ini.
TIA
(menenangkan)
Kenapa hanya satu? Coba tambah lagi menjadi beberapa. Maksudku urusan yang tentunya bermanfaat bagi kesembuhanmu. Setidaknya akan ditambahkan pula oleh Tuhan peluang kamu untuk memperbaiki semuanya. Ya... fisikmu, jiwamu, dan tentunya Joseph.
JOSEPH
Tidak begitu! Jika kutambahkan lagi urusanku yang lainnya, artinya aku akan tetap berhutang dalam hidupku karena aku tidak mampu menuntaskannya. Aku akan segera dijemput maut.
TIA
Jadi yang satu itu apa?
JOSEPH
(memejamkan matanya)
Biar aku simpan saja. Suatu saat nanti kamu akan aku beritahu.
Tia tersenyum sambil menatap lembut Raam yang terbaring lemah. Tia menutupi setengah badan Raam dengan selimut hangat.
CUT TO:
EXT-JALAN-MOBIL-MALAM
Joseph bersama Nadi yang masih basah kuyup meneruskan perjalanan dalam sebuah mobil.
NADI
Ke mana lagi kita?
JOSEPH
Sebelum tubuhmu kering, kamu gak boleh pulang.
NADI
Pulang?
JOSEPH
Iya, ke tempat mangkalmu!
NADI
Aduh, harus nunggu sampai jam berapa biar kering?
Nadi cepat-cepat merogoh saku celananya. Ia mengeluarkan uang dan menghitungnya.
JOSEPH
(melirik)
Kok dihitung terus? Emang bisa nambah dengan sendirinya?
NADI
Seharusnya sih...
JOSEPH
Kok?
NADI
Malam kemarin aku dapat tiga puluh sembilan ribu lima ratus.
JOSEPH
Penghasilan bersih dari ngamen?
NADI
(tertawa)
kalo ngamen cuma dapat empat ribu. Yang gede ya dari dines malam.
JOSEPH
Ya udah... kurang berapa dari penghasilan kemarin?
NADI
Emang Om mau nambahin?
JOSEPH
Ada dua puluh ribu buat kamu.
NADI
(senang)
Asyik. Upah saya nyebur ke kali kan? Atau sekalian dengan upah ngamar nanti?
Joseph diam. Tiba-tiba HP Joseph berbunyi.
JOSEPH
Hallo... Ada apa? Masih di jalan nih.
NESYA (VO)
Udah lu baca skenario gue?
JOSEPH
Sebagian. Kirain ada apa. Udah gini aja, gue bawa karya elo buat perjalanan nanti.
NESYA (VO)
Bener ya kita jadi pergi!
JOSEPH
Iya. Gue percayakan ama elo untuk nentuin lokasi yang bagus.
NESYA (VO)
Aduh, gue masih bingung milih tempatnya.
JOSEPH
Lah... elo jago kan buat urusan ngehedon.
NESYA (VO)
Tapi bener, gue tuh belum bisa mastiin tempatnya. Kan harus cocok dengan yang lainnya.
JOSEPH
Ya udah. Kita ketemu besok ya. Dah.
CUT TO:
INT-KOMPLEK KOST-KAMAR KOST-MALAM
Joseph bersama Nadi duduk berhadapan beralaskan karpet. Di tengahnya terbentang kertas bergambar kotak.
NADI
(dengan hati-hati menggerakkan koin)
Ini lima ribu...
Ia gerakkan lagi koin kedua ke kolom enam baris dua.
NADI (CONT’D)
Ini sepuluh ribu...
Anak tersebut dengan sangat hati-hati menggerakkan koin ketiga dengan ujung telunjuknya. Tepat sebelum memasuki kolom 3 baris satu, dengan perlahan dan mantap, jempolnya diselipkan di antara jari telunjuk dan jari tengahnya sehingga yang tampak adalah setengah jempolnya menyembul keluar.
NADI (CONT’D)
Ini berapa?
FADE OUT
EXT-JALAN RAYA-MOBIL-SORE
Dalam perjalanan berlibur, Joseph dan teman-temannya masih bingung menentukan tempat tujuan berlibur. Joseph tampak masih tidak ceria. Hatinya masih bertanya tentang sebuah kepastian.
NESYA
Gini aja. Jangan bingung. Ada kartu nih. Kita tentuin dengan ini. Adil kan?
Siapa yang dapet kartu gede, dia yang berhak nentuin perjalanan kita hari ini dan tiga hari ke depan. Oke?
DANY
Gak masalah. Tapi apa semuanya bisa enjoy dengan keputusan perjalanan ini? Jangan-jangan kita dibawa ke sebuah ambisi pribadi. Gue gak mau.
IAN
Kok curiga melulu sih, Yan?
RIO
(mengingatkan)
Hey... seneng-seneng nih!
NESYA
Trus gimana? Mau pake kartu? Seru juga lo! (ke Joseph) Nih elo ambil satu. (ke Dany) Elo satu. (ke Rio) Eit.., jangan ngintip. Ambil satu! Cepet! Nah gue ini.
RIO
Ayo siapa pemenangnya? Bu.... ka....! ( ke Ian)Elo?
IAN
Sepuluh keriting
RIO
(ke Joseph)
Elo?
JOSEPH
(menyerahkan kartu ke Nesya)
Lihat aja sendiri.
DANY
(melihat kartu Joseph)
Wah... gile dapet queen hati. Tapi belum ngejamin. Masih ada King dan As.
NESYA
Sial! Dapat dua!
RIO
(perlahan membuka kartunya)
Gue.... wah udah deh, queen hati yang menang!
NESYA
(menepuk bahu Joseph)
Ke mana kita pergi?
RIO
Lho diam? Ayo dong yang bikin kita happy gitu lo!
IAN
Sing penting nggak bikin kita repot.
Nesya terperanjak melihat di pinggir jalan ada pedagang jagung bakar.
NESYA
Wih...jagung bakar! Berhenti dulu dong Seph!
JOSPEH
Apa kita nggak kemaleman nanti.
NESYA
(bercanda)
Nyampe subuh-subuh kayaknya asyik juga.
RIO
Ya wis, di tikungan depan juga masih banyak kok yang jualan.
NESYA
(bercanda)
Bener? Gue jadi curiga ama elo, Rio! Tiap gue pengen berhenti, beli sesuatu, elo pasti ngalangin. Enggak mau jauh-jauh dari gue, ya? Kangen terus?
RIO
Eh... prasangka itu bisa muncul kalau perut kita kosong.
NESYA
(masih bercanda)
Makanya, biar gak berprasangka jauh, kabulkan permintaanku, Yang!
DANY
Lho kok jadi lari prasangka ke lapar sih?
NESYA
(tersenyum)
Udah biar gak ada prasangka, gue traktir semuanya. Tapi tetep ada syaratnya. Elo-elo wajib ngasih komentar yang jujur ya buat skenario gue yang udah elo-elo baca. Bener ya?!!!
IAN
(tersenyum)
Kalo gitu, malah prasangka kita nambah.
NESYA
Nambah gimana?
IAN
Bahwa di dunia ini gak ada yang gratis. Ceritanya aja gratis, kok ada syaratnya.
Joseph masih diam. Ia menarik nafas dalam-dalam. Ia memberhentikan mobilnya tepat di samping tukang jagung. Teman-temannya semua turun mengerumuni meja jagung bakar. Joseph menatap kosong ke arah jalan yang terbentang panjang di hadapanya. Sesekali ia menatap temannya yang sedang asyik turut membakar jagung.
JOSEPH (VO)
Inikah perjalan panjang kelam yang aku tunggu?
Aku percaya akan keajaiban tetapi terlalu panjang rentangan ini. Semakin aku berharap atas sebuah keajaiban, maka semakin jauh aku terhempas pada ketidakpastian yang sungguh rumit.
Waktu begitu mempermainkanku. Dan jiwaku sebagian hidup berkubang pada sebuah kelam. Kubiarkan saja karena aku terlanjur hidup dalam kesunyian hingga tak satu pun yang mampu mengambil bagian atas perasaanku. Mereka hanya asyik melihatku dari kejauhan.
Mengapa hidupku tak seringan seperti permainan kartu ini. Aku tentukan jalan mereka melalui sebuah permainan. Ironis besar bagiku.
Mereka masuk kembali ke mobil membawa sekantung jagung bakar panas.
NESYA
(menawarkan jagung ke Joseph)
Mungpung masih anget. Atau mau gue suapin?
IAN
(sambil asyik memakan jagung)
Jadinya kita kemana nih?
JOSEPH
(hati-hati)
Oke, kita sama-sama habiskan waktu di luar kota, di sebuah dusun yang masih menyimpan banyak cerita silam tentang penduduknya yang sebagian lenyap entah ke mana.
NESYA
Yah... negri dongeng dong. Yang pasti dong, Seph!
Mobil meluncul semakin jauh. Hari mulai gelap.
FADE OUT
EXT-PEDESAAN-RUMAH TUA-PAGI
Sepuluh rumah tradisional dengan atap berijuk membentuk dua blok saling berhadapan. Tangga dari lempengan batu alam tersusun kuat dan rapi. Tampak rumah-rumah panggung itu berteras begitu luas.
Joseph bersama teman-temannya merebahkan diri di salah satu teras rumah yang diduga tak berpenghuni.
NESYA
Aduh... emang kita bisa happy di sini?
RIO
(menggoda Nesya)
Tenang aja. Kebahagiaan bisa kita ciptakan, Yang!
NESYA
Tapi... gila, ini terpencil sekali!
DANY
Kita harus konsekuen dengan perjanjian. Si Joseph berhak memilih tempat ini.
JOSEPH
(melirik ke Nesya)
Tumben. Ini bukan tempat pertama yang kamu kunjungi dengan kondisi alam seperti ini.
NESYA
Tapi kok gue ngerasain sesuatu yang lain.
IAN
Apaan tuh?
JOSEPH
(menggerutu dan berlalu)
Sok punya indra keenam!
DANY
Tolong teman-teman, gak perlu ada pembahasan misteri-misterian. Kita tidak berpetualang untuk itu. Atau kita pulang lagi mungpung masih pagi?
FADE OUT
INT-RUMAH-RUANG TENGAH-MALAM
Tampak redup di ruang tengah di rumah tradisional milik seorang kakek. Si kakek asyik menggulung tembakaunya. Joseph dan teman-temannya merapatkan diri di antara kakek itu. Nesya gelisah. Ia terus mengamati keadaan sekeliling rumah. Si kakek berdehem. Ia sepintas menangkap kegelisahan Nesya dan teman-temannya.
DANY
(ragu-ragu bertanya)
Penduduk lainnya pada ke mana, Kek?
KAKEK
(mengisyaratkan agar tenang)
Ada acara serah bumi di kampung tetangga. Acaranya bisa sampai tujuh hari tujuh malam.
NESYA
Kakek gak ikut?
KAKEK
Ditugaskan jaga kampung ini.
Melinting tembakau dengan daun nira dan membagikan kepada mereka. Ia perlahan menyulut rokoknya.
KAKEK (CONT’D)
Kenapa bisa juga sampai ke sini?
IAN
Kebetulan aja. Kami lihat alamnya masih bagus.
NESYA
Katanya di kampung ini banyak yang aneh-aneh ya?
KAKEK
Aneh gimana?
Si kakek meraih lampu tempel yang pijarnya sudah meredup. Ia memutar penaik sumbunya dan seketika ruangan cukup terang kembali.
KAKEK (CONT’D)
Kematian yang datang tiap bulan di kampung ini sudah bukan hal yang aneh lagi. Makanya, karena takut mendapatkan giliran, sebagian besar warga di sini pindah ke kampung yang sangat jauh.
JOSEPH
Kakek sendiri kenapa masih bertahan?
KAKEK
Apa yang perlu dikhawatirkan dari tua renta ini. Tanpa itu pun kakek memang sudah layak masuk liang lahat.
NESYA
(gugup)
Yang aneh itu gak bakalan menimpa pendatang kan, Kek? Apalagi cuma numpang lewat.
KAKEK
Tidak juga. Jemputan kematian di kampung ini tidak memilih siapa dan dari mana.
IAN
Memang pernah kejadian ada pendatang yang menjadi korban?
KAKEK
Bukan pernah lagi. Termasuk sering. Minggu kemarin, dua orang sekaligus meninggal. Mereka datang ke kampung ini ingin mencari pohon kaliage.
NESYA
(sangat khawatir)
Yang bisa mengamankan kami apa, Kek?
KAKEK
Sebenarnya tidak ada karena tetap saja jemputan itu selalu membawa korban. Paling juga kakek bisa sedikit membantu kalian dengan mengalihkan sasaran korban saja. Itu pun perjuangannya berat. Kadang warga lain membenci kemampuan kakek ini karena takut kena limpahannya.
Si kakek berjalan tertatih ke belakang. Joseph dan teman-temannya masih menunggu keterangan selanjutnya.
DANY
(berbisik ke Ian)
Elo percaya?
IAN
(menggeleng dan berbisik)
Gak tau juga. Jangan-jangan dia dukun santet.
NESYA
(suaranya pelan)
Ngapain bisik-bisik?
DANY
(masih berbisik)
Elo percaya?
NESYA
Harus percaya.
IAN
(berbisik)
Tapi gue rasa, ini bentuk pengusiran secara halus buat kita.
NESYA
Mending diusir tapi kita selamat daripada kita gak tau apa-apa, ujung-ujungnya kita jadi korban di kampung ini, gimana?
DANY
(masih berbisik)
Seph, elo ngapain juga milih tempat ini? Emang gak tau sebelumnya cerita sesungguhnya seperti ini?
JOSEPH
(bingung)
Kalau gue tau sebelumnya seperti ini dan kita maksa pergi juga, artinya gue siap mati konyol? Apa itu gue? Gak mungkin!
Dari arah belakang ruangan, muncul si kakek membawa dua buah bantal dan meletakkannya di antara mereka.
KAKEK
Maaf seadanya. Kalian tidur di ruang tengah ini saja. Kakek harus istirahat. Sudah malam sekali.
Mereka saling merapat dan mulai merasakan ketakutan.
FADE OUT
FADE INI
EXT-JALAN RAYA-JEMBATAN-MALAM
Joseph membuka bagasi mobil dan mengeluarkan kantung hitam besar berisi sesuatu yang tampak berat. Ia merogoh saku celananya. Ia membuka selembar kertas bergambar kotak-kotak. Ia segera memasukkan kertas itu ke dalam kantung plastik besar itu. Diangkatnya dan berjalan mendekat ke salah satu pilar jembatan.
JOSEPH
Tak ada lagi yang dapat mengganggumu. Tak akan ada lagi sakit yang diterima kamu. Aku bebaskan kamu dari penderitaan ini untuk harga diri bangsa yang dikoyak oleh mereka yang lahir dari sebuah peradaban besar.
Joseph berjongkok. Ia dekatkan wajahnya ke kantung itu. Perlahan ia hembuskan udara dari mulutnya. Ia meniup panjang kantung itu. Kemudian ia mendorong perlahan kantung itu sampai jatuh ke sungai dan hanyut.
CUT TO:
EXT-JALAN RAYA-TAMAN KOTA-SIANG
Joseph duduk termenung di salah satu kursi taman. Ia tidak menghiraukan suasana lalu-lalang orang. Ia malah asyik memandang uang recehan dan beberapa lembar uang kertas dalam genggamannya.
Ia jongkok ke tanah. Satu persatu uang recehan disusunnya berjajar. Ia biarkan sebagian uang kertas terbang ditiup angin sekelilingnya. Selembar uang dua puluh ribu masih dalam genggamannya. Ia perlahan memasukkannya ke saku kemejanya.
CUT TO:
EXT-JALAN PERKAMPUNGAN-RUMAH KAKEK-SIANG
Joseph mengendarai mobil masuk ke sebuah perkampungan. Ia menemui kakek tua yang pernah disinggahinya bersama teman-temannya. Joseph ragu-ragu.
JUMP-CUT TO:
INT-RUMAH-RUANG DEPAN-SIANG
KAKEK
(ragu-ragu)
Bagaimana sudah ada perkembangan?
JOSEPH
Seperti yang kakek sarankan, saya mencoba kembali sambil menunggu hasilnya.
KAKEK
Bagus. Memang butuh perjuangan.
Menatap senang kepada Joseph.
KAKEK
Bawa kapas dan daun sirihnya?
JOSEPH
Ada.
FADE OUT
INT-RUMAH-KAMAR-MALAM
Josep berbaring di atas tikar. Si kakek duduk di tepi tubuh Joseph.
KAKEK
Saat itu kamu belum sepenuh hati. Makanya belum mendapatkan hasilnya.
Ia mengelus dua kali paha Joseph.
KAKEK (CONT’D)
Sekarang rebahan dulu. Saya ambil minyak dulu.
Si kakek keluar kamar. Joseph menenangkan diri. Ia gelisah. Si kakek masuk ke kamar kembali sambil membawa pinggan kecil berisi botol kecil, kapas, daun sirih, dan sapu tangan.
KAKEK (CONT’D)
Kalau saja tempo hari kamu tidak mengawalinya dengan sebuah penolakan, pasti tidak lama lagi gadis itu sudah kamu nikahi, atau paling tidak, sudah kamu bawa ke sini secepatnya untuk diperkenalkan ke kakek.
Kakek itu membuka botol minyak dan melumuri kedua telapak tangannya dengan minyak itu.
KAKEK
Buka bajumu.
Joseph membuka kancing kemeja satu per satu. Perlahan si kakek mengusapkan telapak tangannya ke dada Joseph. Tangannya perlahan turun sampai ke daerah pusar. Ia ambil kembali botol itu dan meneteskan minyaknya sebanyak dua tetes ke pusar yang sedikit mencekung. Ia masukkan ujung telunjuknya ke pusat Joseph. Sebagian minyak yang tertampung di cekungan pusat itu meleleh ke luar.
JUMP-CUT TO:
Kakek menyelipkan kapas yang sudah basah ke lipatan daun sirih. Tampak Joseph nyaris bugil dan terbaring lesu dan berkeringat.
KAKEK
(memberikan daun sisih dan kapas)
Simpan di dompet. Dan seperti biasa, jika gagal, buang ke kali untuk membuang kesialanmu.
CUT TO:
EXT-JALAN RAYA-JEMBATAN-MALAM
Joseph kembali memanggul kantung plastik hitam. Ia letakkan kantung itu di bibir tembok jembatan. Sebelah kakinya diinjakkan ke kantung itu.
JOSEPH
(sedih dan mencoba tegar tetapi lirih)
Kakek tidak salah tentang sperma itu dan tentang kesialanku.
Joseph jongkok sambil terus menatap kantung itu.
JOSEPH (CONT’D)
Benar! Sel telur ibuku ternyata dibuahi oleh sperma yang salah. Tapi aku terlanjur lahir.
Kakek terlalu tua untuk mengembalikan kepercayaan diri seorang laki-laki dan keyakinan seorang wanita atas kemampuanmu.
Kalaupun kakek sempat berhasil membuahi rahim wanita, itu artinya kakek telah menitipkan sebuah kehancuran anak negri mendatang. Dan jika kakek terus mencari sumber sperma dari banyak lelaki yang bisa masuk dalam rencanamu, tentunya kakek telah menciptakan banyak Andre di negeri ini.
Joseph kembali bangkit. Ia mendorong karung itu dengan kakinya. Karung itu tercebur kemudian hanyut.
CUT TO:
EXT-JALAN RAYA-MOBIL-MALAM
Joseph menelefon kenalannya, Hoven warga Belanda yang sedang ada di Jakarta untuk waktu yang lama.
JOSEPH
Hallo... Meneer Hoven?
(Hallo... Pak Hoven?)
HOVEN
Ja. En U ?
(Ya. Dan Anda?)
JOSEPH
Verget u nog aan mee? Joseph, meneer! Mooie deelnemers van BNC period 2002.
(Masih ingat aku? Joseph, Pak! Peserta yang manis BNC periode 2002)
HOVEN
Hah? Joseph! Waar woon jij ?
(Hah? Joseph! Di mana kamu?)
JOSEPH
Nog ini Jalan Badurik. Kan ik u ontmoeten?
(Masih di Jalan Badurik. Bisahkan saya bertemu dengan Bapak?)
HOVEN
Ja. Natuurlijk. Waar en wanneer?
(Ya. Tentu. Kapan dan di mana?)
JOSEPH
Morgen in Bolu cafe.
(Besok di Bolu Cafe)
HOVEN
Jouw telefon numer?
(Nomor telefonmu?)
JOSEPH
0821169127. Daag. Tot morgen.
(08121169127. Daag. Sampai jumpa besok.)
CUT TO:
EXT-MALL-CAFE-SIANG
Pertemuan Joseph dengan Hoven. Mereka berbincang sambil menyantap makanan ringan dan soft drink. Hoven bersemangat mendengarkan kata-kata Joseph. Ia masih berharap mewujudkan hubungannya lebih dekat dengan Joseph. Joseph mencoba lebih bersahabat dan menyembunyikan maksud sesungguhnya.
JOSEPH
Ik geef je gelijk.
(Aku membenarkan pendapatmu.)
HOVEN
Wat bedoel je?
(Apa maksudmu?)
JOSEPH
Ik kan niet mijn problemen dichten.
(Aku tidak dapat menutupi masalahku.)
HOVEN
(pura-pura)
Sorry... welk is jouw problem?
(Maaf.... masalahmu yang mana?)
JOSPH
Mijn sex orientatie.
(Orientasi seks-ku.)
HOVEN
O, ja?
(O, Ya?)
JOSEPH
De laatste tijd voel ik mij zo geloven.
(Akhir-akhir ini saya begitu yakin)
HOVEN
En jouw keuze?
(Dan pilihanmu?)
Joseph mentap Hoven sambil tersenyum lembut.
JOSEPH (CONT’D)
Ik voel me goed met u.
(Saya merasa nyaman dengan Anda)
Joseph menyedot kuat-kuat minuman segarnya hingga tampak dalam gelas tersisa sedikit.
HOVEN
(senyum menggoda)
Kan u herhalen? wat zegt u?
(Dapat diulangi? Apa katamu?)
JOSEPH
Zaterdag s’avonds ga ik meestal naar een dorp.
(Sabtu malam aku biasa pergi ke sebuah dusun.)
HOVEN
(melirik pria-pria tampan yang berada di sekitar ruangan)
HOVEN
Wow... mooie vacantie! Ik graag!
(Wow... liburan yang menyenangkan. Aku suka.)
JOSEPH
Juist?
(Benar?)
HOVEN
Ja, voornamelijk met jij.
(Ya. Terutama denganmu.)
JOSEPH
(ceria dan berkelakar)
Bedank! Maar... ben ik niet zo groot en lang als u.
(Terima kasih. Tetapi... saya tidak sebesaer dan sepanjang Anda.)
HOVEN
(merendahkan suaranya)
Sssst.... belangrijkste is sterk!
(Sssst... yang terpenting, kuat!)
FADE OUT
EXT-RUMAH-HALAMAN RUMAH-MALAM
(present time)
Raam duduk lemah di kursi roda di halaman rumahnya. Di belakang tampak bayangan hitam membelakangi sinar terang ruang depan. Tia bersandar di pintu yang terbuka sambil memeperhatikan Raam yang sedang menikmati suasana malam. Selebihnya ia tertunduk.
RAAM (VO)
Dalam sisa harapanku, aku hanya mampu mengira, suatu saat langit terbuka lebar bagiku.
Raam memutar rodanya menjauh ke ujung halaman.
RAAM (VO)
Mungkin ada kesetiaan di atas sana untukku. Aku terus mencari titik-titik terang di atas sana yang siap melesat meninggalkan penambatnya.
RAAM
(menoleh ke Tia dan mendekatinya)
Aku tidak mau kehilangan kesempatan untuk itu. Alam hanya butuh waktu beberapa detik saja untuk mendengarkan harapanku. Beberapa detik saja.
Raam menatap dalam-dalam ke langit.
RAAM (CONT’D)
Aku yakin tak seorang pun mampu membaca tentangku dengan kasat mata. Aku torehkan silam di tubuhku. (menoleh kembali kepada Tia) Kamu hanya mampu menangkap sepercik saja dari aura tubuhku!
Tia menghampiri Raam. Ia perlahan mendorong kursi roda Raam.
TIA
(halus sambil membetulkan lilitan syah di leher Raam)
Terlalu malam. Angin bisa mengoyak sumsummu.
RAAM
Malam ini ingin sepuasnya kunikmati seluruh bintang. Aku rasakan banyak ketulusan di sana.
TIA
Masih ada pagi yang hangat. Aku rasa itu lebih dapat menolongmu.
RAAM
Aku rasa... aku hanya dapat tertolong oleh kesyahduan di atas sana dalam remang.
Tia menatap iba kepada Raam. Raam pun terpengaruh. Akhirnya tatapan Raam ke langit tampak menjadi lemah. Raam mencoba melawan tatapan itu sekedar menyembunyikan rasa sedih sesungguhnya. Ia hanya mampu sesaat.
Tia menatap kembali Raam. Akhirnya Raam membiarkan tatapan Tia. Raam tampak semakin sedih.
Tia menghapus satu titik air mata di pipi Raam yang berasal dari genangan samar di bibir mata Raam. Tia terus menatapnya. Raam pun memejamkan matanya.
TIA
(sambil menghapus titik air mata Raam)
Ini lebih baik. Terus saja menangis selagi kamu mau.
TIA (CONT’D)
Sebenarnya bukan hanya separuh hidupmu yang aku tahu, tetapi lebih dari itu. Ini bukan akhir harapnmu.
RAAM
(lirih)
(Kesyahduan ini mulai menghampiriku. Jangan kamu pudarkan!
Tia diam. Ia mengalihkan pandangan ke langit.
RAAM (CONT’D)
Sebenarnya hanya sedikit sekali yang kamu tahu. Tapi.... sudahlah. Tubuhku mulai kedinginan.
Tia segera membawa Raam ke dalam rumah.
RAAM (CONT’D)
Ini malam terakhirmu. Bawa segera kembali aku ke luar.
TIA
Di luar dingin sekali, Raam.
RAAM
Aku tak bisa memandang semua bintang. Ini malam terakhirku. Ingin sepuasnya aku merasakan kesayhduan itu.
Tia kembali menatap Raam, dalam sekali. Tia terus berempati terhadap Raam. Satu titik air mata keluar dari mata Tia. Ia kemudian memegang perlahan jari tangan Raam. Tia memandang seksama satu persatu bagian wajah Raam.
RAAM (CONT’D)
Kenapa kamu pandangi aku seperti itu?
Tia diam. Ia segera hampiri jendela. Gordinnya masih terbuka lebar. Ia mengamati langit dari balik kaca jendela.
TIA
((perlahan)
Jika aku mampu menjangkaunya, bintang mana yang ingin aku ambilkan?
RAAM
(suara gemetar)
satu saja...
TIA
(mendekat ke Raam)
Bintang yang mana?
RAAM
Bintang yang mulai berkedip di hatiku.
TIA
(lirih)
Raam...
RAAM
(sedih dan pasrah)
Tolong sampaikan pesanku kepada anakku, Joseph, bahwa aku tidak pernah putus menyayanginya.
Tia segera membawa Raam ke tepi jendela. Disapunya uap dingin yang menutupi permukaan kaca jendela. Tampak setengah permukaannya adalah kilauan lampu rumah-rumah dan gedung-gedung. Selebihnya adalah cahaya bintang yang tampak begitu kecil dan hanya beberapa saja yang nyata terangnya.
Raam merasakan dingin yang kuat bersarang di tubuhnya. Kaca jendela yang ditatapnya menjadi tampak gelap. Raam menutup matanya perlahan. Tampak wajahnya perlahan memucat. Tia menangis tersedu dan menatap terus Raam yang baru saja menghembuskan nafas terakhirnya.
FADE OUT
EXT-JALAN RAYA-MOBIL-MALAM
Psikiater menelefon ke rumah Raam. Tia menerimanya. Tia tidak berkata apa-apa. Ia menangis sambil terus mendengarkan suara dari telefonnya.
JUMP CUT TO:
PSIKIATER (VO)
Ibu, Pak Raam sudah boleh menemui Joseph. Kesehatan Joseph sekarang berangsur membaik.
TIA
Proses pengadilannya?
PSIKIATER (vo)
Ia tetap akan diproses untuk diajukan ke pengadilan. Bersabar saja. Kami akan bekerja maksimal untuk Joseph. Setidaknya, pemeriksaan selama ini dapat dipertimbangkan oleh majelis hakim sehingga dapat membantu memperingan vonis.
CUT TO:
INT-HOTEL-RUANG PARKIR-MALAM
(past time)
Joseph mengendarai mobilnya cukup kencang. Hoven yang duduk di depannya tertawa kagum dan sesekali mengelus-elus pundak Joseph. Joseph mengubah rencananya; ia putuskan bermalam di sebuah hotel bersama Hoven; tidak jadi pergi ke sebuah desa. Mereka menuju pelataran parkir sebuah hotel. Hoven terus tersenyum.
HOVEN
(tersenyum)
Een dorp?
(Sebuah dusun?)
JOSEPH
Privacy!
HOVEN
(berbisik senang)
Ik graag!
(Aku suka!)
JUMP-CUT TO:
INT-HOTEL-KAMAR HOTEL-MALAM
Joseph dan Hoven menghabiskan malam panjang di kamar hotel. Penolakan halus dan penerimaan ragu-ragu atas banyak cumbuan yang terus berganti.
FADE OUT
INT-HOTEL-KAMAR HOTEL-MALAM
(another night)
Hoven mati berlumuran darah di atas kasur. Ia hanya mengenakan celana dalam saja. Kakinya terjuntai ke lantai. Dengan keringat yang tampak memenuhi sekujur tubuh Joseph, Joseph meletakkan satu persatu koin dengan sangat hati-hati.
JOSEPH
(meletakkan koin ke jidat Hoven)
Ini lima...
JOSEPH (CONT’D)
(meletakkan koin ke pipi kiri Hoven)
Ini dua...
JOSEPH (CONT’D)
(meletakkan koin di mulut Hoven)
Ini berapa?
JOSEPH (CONT’D)
(tenang menunggu jawaban)
Salah. Ini dua puluh ribu.
Joseph tertawa terkekeh. Ia mainkan jarinya di bibir Hoven. Perlahan ekspresinya menjadi sedih.
JOSEPH (CONT’D)
(terisak sedih)
Harusnya kamu mainkan kartu dulu. Aku bawa ini untuk kita mainkan.
Joseph perlahan mengocok kartu. Ia letakkan tiga kartu tertutup di dada Hoven.
JOSEPH (CONT’D)
(berselang antara menangis dan tertawa yang tertahan)
Kamu seharusnya percaya. Di hotel ini dan tempat lain, delapan belas tahun yang lalu, sebelas tahun yang lalu, ada yang tumbuh melalui duburku sampai ke hati dan otakku, berselang dengan sakit yang kekal. Tapi kamu dan mereka menganggap itu hanya sebuah permainan kecil.
Joseph meletakkan kembali dua buah kartu di atas pusat Hoven.
JOSEPH (CONT’D)
(gemetar, takut)
Dan malam ini aku telah dijemput oleh sebuah kepastian nyata oleh kamu. Aku mulai menikmatimu. Tapi sayang... kamu telah dijemput kepastian yang lain.
Joseph berfikir sesaat sambil terus mengocok kartunya. Ia letakkan lagi satu kartu di atas celana dalam Hoven.
JOSEPH (CONT’D)
Maaf... mungkin sebuah kebetulan juga. Aku tidak tahu. Kepastian? Bisa juga tidak. Atau mungkin tidak kedua-duanya.
Josep meletakkan sisa kartunya satu persatu ke seluruh pemukaan tubuh Hoven.
FADE OUT
BACK TO NORMAL
INT-RSJ-RUANG KERJA-SIANG
(present time)
Psikiater mendekap map berjalan tergesa-gesa dengan ekspresi lega. Tampak di pipi kirinya perban menempel dengan perekat kainnya yang melintang rapi. Ia keluar dari salah satu ruangan. Dan masuk ke ruang kerjanya. Ia langsung menerima telefon.
PSIKIATER
Hallo. Bu May? Bagaimana SSCT-nya?
MAYA (VO)
Sebentar rampung. Katanya Joseph pindah ruangan? Perkembangan baik?
PSIKIATER
Sudah saya lakukan terapi psikofarmaka sejak dua minggu lalu. Dan saya dapat hadiah dari dia.
MAYA (VO)
Hadiah apa?
PSIKIATER
Sedikit cakaran di pipiku. Tapi masih terkendali.
MAYA
(terkejut dan sedikit tertawa)
Ah, betul? Kok bisa?
PSIKIATER
Ada ruang pengadilan yang harus dia singgahi juga. Sebentar lagi pihak resort melanjutkannya ke pengadilan.
CUT TO:
INT-RSJ-RUANG KHUSUS BERJERUJI-SIANG
(two days later)
Ibu, Tante Joseph, dan Tia baru dipertemukan dengan Joseph karena pertimbangan medis. Mereka berada di depan jeruji yang ditempati Joseph. Joseph terus menangis tersedu-sedu di sudut ruangan, duduk sambil memeluk lututnya.
YANTI
(perlahan)
Diminum obatnya, Jo!
JOSEPH
(menggeleng)
Ma, aku ingin pulang. Papa terlalu lama saya tinggalkan.
YANTI
(menahan tangisnya)
Papa baik-baik saja kok, Jo.
JOSEPH
Tapi aku harus segera bicara sama Papa.
YANTI
Apalagi, Jo?
JOSEPH
Aku belum sempat bermain kotak koin dengannya. Aku harus memainkannya dengan Papa, biar Papa tahu bahwa ada satu pertanyaan yang harus Papa jawab tanpa harus berpikir tentang dunia di luar kotak permainan itu.
YANTI
(membujuk)
Sudah, Jo!
Joseph mendekati barisan jeruji. Ia tempelkan wajahnya ke barisan jeruji itu.
RATIH
Jo, teman-temanmu mau datang juga ke sini.
JOSEPH
(tidak menghiraukan kata-kata tantenya)
Jika Mama tidak mau, tante boleh bermain koin itu denganku. Tapi itu tidak harus karena tante tidak punya kewajiban untuk menjawab permainan itu.
YANTI
Jo, istirahat dulu, Sayang!
JOSEPH
(melihat ke Tia)
Ada VCD yang bisa dicari dikamarku. Papa pasti suka. Bukan yang selama ini yang sering dia lihat tapi sengaja saya buatkan khusus untuk papa tanpa sepengatahuan yang lain. Mungkin masih ada. Cari saja di tempat kostku.
YANTI
(memegang erat jari anaknya)
Mama pasti cari. Sekarang Mama pamit dulu. Kamu baik-baik ya, Sayang!
Mereka meninggalkan Joseph.
FADE OUT
INT-RUMAH-KAMAR KOST-MALAM
VCD karya Joseph. Tampak shot-shot yang tak beraturan menangkap dan menentukan pilihan objek yang harus masuk ke dalam frame. (in frame: Big Close-up) Perlahan Wajah Joseph muncul. Ekspesinya sangat jelas bahwa dia sedang sedih, kecewa, marah, dan frustrasi. (Berselang Extreem close-up mata,bibir Joseph, kertas permainan kotak koin, botol kecil berisi minyak wangi, dan sekuntum bunga layu, dll.)
JOSEPH
Papa atau siapa pun yang menemukan VCD tersembunyi ini hasil karyaku, pasti menyaksikan tayangan yang kubuat ini setelah aku dijemput keabadian. Aku mohon kepada semuanya untuk tidak mengasihaniku karena seluruh kepastian atau apapun namanya, juga seluruh yang dinamakan sebuah kebetulan, adalah pencarianku.
Dan aku telah melewati sebagian perjuanganku. Sebenarnya aku terlalu lelah untuk memikirkan kelamku.
(jeda)
Sengaja ini kubuat karena kita masuk ke dalam sebuah peradaban besar yang sesungguhnya bagiku peradaban dan kelalaian di dalamnya itu adalah awal sebuah perangkap.
(jeda)
Bagiku hidup adalah sebuah permainan kotak koin yang seringkali mengalihkan segenap pandangan dan hati. Dan aku telah masuk dalam permainan itu dengan atau tanpa kusadari. Itu semua berawal dari sebuah rumah.
Aku bersedih untuk diriku, rumahku, dan negeri tercinta ini.
(jeda)
Sebetulnya aku ingin ringan saja berdendang atau sekedar bersiul dan berjalan di kesejukan. Tetapi rumahku menghantarkanku ke kehidupan yang tidak kumengerti jauh sebelum aku pantas atau siap menerimanya jika memang itu sebuah ketetapan yang tidak bisa dielakkan.
(jeda)
Aku sudah terperangkap jauh dan berkubang dalam kelamnya sebuah kelalaian. Kelam yang terus berkelakar kepadaku yang menyulitkanku untuk memiliki sebuah senyuman.
(jeda)
(menangis) Papa... jika kelak takdirku menjemputku dalam sebuah kepastian, sementara aku belum mengatahuinya, tolong bisikkan ke telingaku. Aku pasti mendengarnya dalam ambang keabadian. Bisikkan padaku bahwa Papa siap mengantarkanku ke sebuah kerelaan. Bisikkan kepadaku, ketika aku akan menjadi lupa tentang nama Papa dan Mama ketika dipertanyakan kelak di keabadian. Dan yakinkan aku bahwa Papa dan Mama menerima semua keadaanku untuk kusampaikan kepada sang Peminta Pertangjawaban di keabadian. Dan aku memastikan kepada-Nya bahwa aku dalam kasih sayang yang aman.
(jeda)
Tetapi bila semua itu tidak mungkin, biarkan aku berjalan sendiri tanpa harus penasaran melihat kemungkinan atas kesedihan Papa dan Mama.
Biar saja ini menjadi ujung tangisku,penghormatanku, kenanganku, dan seluruhnya.
(jeda)
Selamat tinggal.
FADE OUT
FADE IN
EXT-REAL ESTATE-JALAN SEPI-SORE
(slow motion diiringi sound music penutup) Seorang anak lelaki berambut pirang, 3 tahun, berjalan bersama pria tampan bertubuh kekar ras Melayu berjalan perlahan menyusuri jalan sepi. Bocah berambut pirang itu menarik-narik celana yang dikenakan pria tampan itu. Pria itu pun berjongkok dan menatap lembut kepada si bocah.
PRIA
Apa, Sayang?
Anak kecil itu segera menggerak-gerakkan jarinya, membuka-melipat sebagian jarinya secara tidak beraturan. Sesekali ia menunjukkan jarinya ke beberapa arah secara tidak beraturan pula. Bocah itu tiba-tiba tertegun saat tengadah melihat langit. Seketika setelah itu ia pun tersenyum.
BOCAH
(melihat ke langit)
Ini satu... ini lima.... ini berapa ?
FADE OUT
THE END
Identitas Penulis:
A.Y.HUDAYAT
Jln. M.R. Djajadinata No. 106
RT 03 RW 05 Bandung 40258
Tidak ada komentar:
Posting Komentar